Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan potensi bencana hidrometeorologi basah dan kering pada Agustus ini. Pemerintah daerah dan masyarakat harus memitigasi dan meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi tersebut.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyatakan berdasarkan pantauan BNPB selama 25-31 Juli 2022, terjadi 26 kejadian bencana hidrometeorologi. Rinciannya 14 kejadian bencana banjir dan lima kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Masih berbolak balik, kadang satu minggu kita mengalami kejadian kebakaran hutan yang lebih signifikan. Minggu berikutnya kembali lagi hujan signifikan dan mendorong terjadinya banjir,” katanya dalam Konferensi Pers ‘Disaster Briefing’, secara daring, Senin (1/8).
Dalam kurun waktu tersebut, bencana banjir merendam 1.143 rumah, 42 rumah di antaranya rusak. Terdapat 6.349 jiwa terdampak dan terpaksa mengungsi. Sedangkan kebakaran hutan dan lahan menyebabkan 48,71 hektare (ha) lahan terbakar.
Pria yang akrab disapa Aam ini menjelaskan, kejadian bencana tersebut indikasi dua jenis hidrometeorologi. Banjir berkaitan dengan hidrometeorologi basah. Sedangkan karhutla berkaitan dengan hidrometeorologi kering. BNPB memperkirakan dua jenis bencana hidrometeorologi itu akan berlangsung di minggu pertama Agustus.
“Karena terjadi pula dalam satu provinsi di satu bagian itu hidrometeorologi basah sedangkan di bagian lain hidrometeorologi kering,” ucanya.
Indonesia Tengah dan Timur Waspada Bencana
Berdasarkan sebaran spasialnya, kejadian karhutla paling banyak terjadi di Indonesia bagian tengah dan timur. Artinya, lanjut Aam di wilayah itu kewaspadaam bencana hidrometeorologi kering harus meningkat. Musim kemarau yang memicu munculnya banyak titik-titik api.
Sementara untuk Indonesia bagian tengah ke timur, BNPB menekankan kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi basah seperti banjir. Perlu meningkatkan kewaspadaan termasuk bila terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan durasi panjang. Saat ini banjir pun sedang mengepung sejumlah daerah di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Belum lama ini, banjir bandang menerjang Desa Torue, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah pada Kamis (28/7). Berdasarkan catatan BNPB, tiga korban meninggal dunia dan empat orang hilang. Tak hanya itu, sembilan rumah rusak berat, 450 rumah terendam pada ketinggian hingga 150 sentimeter, dua unit fasilitas umum terdampak dan lima unit fasilitas pendidikan terdampak.
Curah Hujan Ringan-Sedang Namun Berdurasi Lama
Analisa sementara BNPB, menyatakan curah hujan sebelum banjir, Kamis pukul 22.33 WITA masuk kategori ringan dan sedang. Akan tetapi, hujan tersebut berlangsung lama bersamaan dengan pasang purnama sehingga menyebabkan komulatif debit di sungai, khususnya bagian muara menjadi besar.
Menurut Aam, sungai yang melintasi di desa Torue memiliki kemiringan hanya dua persen. Selain itu, kondisi ini diperparah dengan titik-titik limpasan air yang menggenangi pemukiman penduduk lebih tinggi dibanding pemukiman.
Aam menyebut, berdasarkan data topografi, titik-titik limpasan memiliki ketinggian empat hingga lima meter. Sementara, pemukiman hanya berada dua meter di atas laut. Inilah yang menyebabkan banjir memiliki arus yang cukup besar.
Berdasarkan historis jumlah kejadian bencana di Torue Parigi Moutong selama kurun waktu 10 tahun (2012-2021), bencana banjir mendominasi yaitu sebanyak 47 kejadian.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin