Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat menilai proyek kereta cepat yang diklaim pemerintah sebagai solusi terciptanya transportasi massal hanya dijadikan dalih untuk merampas lahan produktif rakyat demi memfasilitasi kepentingan para pemodal.
Menurut Walhi Jabar, pembangunan kota megapolitan di sepanjang jalur trase yang akan mengabiskan lahan dengan total luas 30.000 hektare menjadi tujuan utama dibanding penyediaan transportasi publik. Jika pemerintah ingin menciptakan transportasi publik, pemerintah seharusnya bisa merevitalisasi jalur kereta yang sudah ada.
Direktur Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan dalam pemantauan Walhi di lapangan, halaman rumah dan lahan pertanian warga di Desa Puteran, Kecamatan Cikalong Wetan, Bandung Barat yang juga lebih dikenal sebagai kawasan perkebunan teh Walini, sudah terpasang sehelai kain warna merah sebagai tanda wilayah tersebut akan tergusur oleh jalur trase proyek Kereta Cepat Jakarta- Bandung.
“Padahal pihak berwenang hingga kini belum melakukan sosialisasi dan penjelasan mengenai nasib warga,” katanya, Jakarta, Senin (28/03).
Lebih lanjut Dadan mengatakan bahwa seperti diketahui, Walini adalah salah satu dari empat tempat Transit Oriented Development (TOD) yang akan dikembangkan di sepanjang jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. Kemudian dari Cikalong Wetan, pelaksanaan pembangunan dimulai.
Sementara warga di desa-desa terdampak setempat seperti Desa Cikalong, Rende, Tenjo laut, Puteran dan Mandalasari mengaku belum tahu-menahu mengenai detail pelaksanaan proyek yang akan menggusur lahan dan pemukiman mereka.
Selain TOD Halim, Karawang dan Tegal Luar, TOD Walini yang lokasinya berada di Cikalong Wetan tersebut berpotensi menghilangkan kawasan penting penopang daya dukung lingkungan dan lahan produktif warga setempat. Diketahui daerah tersebut merupakan wilayah resapan air dimana alirannya sangat menopang keberadaan pesawahan serta suplai air waduk Cirata. Pembangunan jalur trase kereta cepat beserta pengembangan TOD Walini juga akan menyingkirkan warga setempat dari ruang produksinya.
Luas total konsesi Walini sendiri mencapai 4.401 hektare. Dalam wilayah itu direncanakan dibangun TOD seluas 1.270 hektare serta pengembangan Kota Raya Walini seluas 3.000 hektare. Artinya, pembangunan tersebut luasannya akan mencaplok seluruh konsesi Walini dan setengah wilayah kecamatan Cikalong Wetan.
“Padahal ada sekitar 5000 jiwa yang masih bergantung kepada komoditas teh dan getah karet. Mereka akan kehilangan mata pencaharian dan 1000 kepala keluarga akan kehilangan lahan pertanian,” imbuhnya.
Menurut Dadan, sejak Presiden meresmikan groundbreaking pada 21 januari 2016, kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan izin pembangunan Prasarana Perkeretaapian Umum kepada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tanggal 18 Maret lalu, sejauh ini publik masih mempertanyakan urgensi dan motivasi dibalik percepatan pembangunan. Pemerintah juga tidak pernah membicarakan nasib warga di daerah terdampak.
Dengan panjang jalur trase mencapai 145 kilometer, jalur tersebut akan melintasi 9 kabupaten dan kota, serta mengorbankan 83 kelurahan dan desa. Diperkirakan sekitar 3.500 Kepala Keluarga terkena dampak langsung penggusuran pemukiman dan lahan pertanian.
“Untuk ke depannya, resiko tersebut dampaknya akan meluas yang akan ditanggung oleh 3 Juta penduduk. Bahkan resiko bencana terpampang nyata, karena lintasan jalur merupakan wilayah pertemuan tiga sesar yaitu Cimandiri, Lembang dan Baribis yang rentan menimbulkan gerakan tanah dan longsor,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih