Jakarta (Greeners) – Masyarakat Pulau Pari melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Balai Kota Jakarta pada Selasa (22/12/2015) lalu. Aksi demonstrasi ini terkait keresahan warga yang semakin menjadi-jadi dengan adanya pengembang dari PT Bumi Pari Asih yang mengintimidasi warga. Edy Mulyono, perwakilan aksi dari masyarakat kepada Greeners mengatakan, sebelumnya warga Pulau Pari telah melakukan mediasi bersama Bupati Kepulauan Seribu, Budi Utomo, tertanggal 29 September 2015 dan Bupati telah berjanji tidak akan ada pembongkaran rumah warga.
Namun, kata Edy, yang terjadi di lapangan sangat berbeda. Menurutnya, pemerintah Kepulauan Seribu tidak peduli ketika beberapa warga dipaksa untuk melakukan pembongkaran rumah mereka dan salah satu warga juga telah menjadi tersangka karena membangun rumahnya sendiri.
“Bupati sebagai Kepala Daerah terkesan cuek pada kami. Bahkan pihak perusahaan sudah berusaha untuk melakukan pembongkaran secara paksa. Namun, upaya tersebut gagal karena warga setempat bersikeras untuk mempertahankan rumah milik mereka, sehingga tidak terjadi pembongkaran,” tuturnya, Jakarta, Selasa (22/12).
Sebagai informasi, sengketa tentang pengembangan lahan dan parisiwata di Pulau Pari sudah terjadi sejak tahun 1987. Hampir 90 persen tanah di Pulau Pari diklaim telah dikuasai oleh PT Bumi Pari Asih. Namun, menurut warga setempat, Pulau Pari sebenarnya sudah ditempati warga jauh sebelum perusaahan itu ada karena Pulau Pari pada awalnya menjadi ladang pertanian bagi penduduk yang ada di sekitaran pulau tersebut, seperti Tidung dan Lancang.
Lama-kelamaan, pulau itu dihuni secara permanen meskipun warga tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan. Dari 94 hektare, hanya disisakan kurang lebih 9.000 meter persegi, yang terletak di tengah pulau, untuk kepentingan non-PT yang berada di teritori RT 1. Dari timur ke barat, dari pantai pasir perawan-sebagian RT 1-RT 2-RT 3-RT 4, merupakan tanah perusahaan. Di ujung timur disisakan 10 persen dari luas pulau untuk kepentingan penelitian di bawah naungan LIPI.
Hingga kini, warga yang tinggal di tanah yang diklaim oleh perusahaan, sangat rentan dengan penggusuran karena tidak memiliki sertifikat tanah.
Secara administrasi sendiri, Pulau Pari termasuk dalam teritori Kelurahan Pari. Terdiri dari satu rukun warga dan 4 rukun tetangga. Sedangkan ketiga RW lainnya, terletak di Pulau Lancang. Dengan kata lain, Pulau Lancang dan Pulau Pari merupakan 2 pulau yang termasuk ke dalam satu wilayah administrasi, yakni Kelurahan Pari. Pulau Pari sendiri memiliki luas wilayah kurang lebih 94 hektare, dan ditinggali oleh nyaris 300 Kepala Keluarga (KK), atau sekitar 900 jiwa.
Seperti Pulau Tidung, Macan, Bidadari dan beberapa pulau lain yang ada di gugusan Kepulauan Seribu, Pari juga merupakan surga tersembunyi bagi penikmat alam. Hamparan pasir putih, air laut yang biru, dan penduduknya yang ramah menjadi nilai lebih dari Pulau Pari. Pulau ini juga menjadi lahan konservasi biota laut oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kantornya berada di ujung barat pulau ini.
Penulis: Danny Kosasih