Malang (Greeners) – Sebutan kota pendidikan bagi Kota Malang tampaknya belum tercermin dengan perilaku sebagian masyarakatnya. Slogan itu seolah hanya menunjukkan di kota ini banyak lembaga pendidikan perguruan tinggi saja, namun belum menyentuh perilaku masyarakat yang berpendidikan. Hal ini didasarkan pada penelusuran mahasiswa pecinta alam Universitas Widya Gama Malang (Wigapala) ketika menyusuri Sungai Bango, anak Sungai Brantas, akhir November 2014.
Pengurus Wigapala, Umbu Johan, mengatakan, warga Malang masih banyak yang membuang sampah ke sungai. Mereka membuang sampah dari atas jembatan ketika melintas, maupun ke sungai kecil di sekitar rumah mereka yang akhirnya bermuara ke Sungai Brantas. Tak heran jika tumpukan sampah di pinggir sungai terlihat jelas seperti saat musim kemarau karena tidak bisa terbawa arus.
Sebanyak 12 mahasiswa Wigapala menyusuri Sungai Bango sepanjang 12 kilometer yang melintasi permukiman padat penduduk di Kota Malang. Dengan menggunakan perahu karet, mereka mempelajari titik-titik yang menjadi lokasi penumpukan sampah. “Banyak masyarakat membuang sampah domestik seperti sampah makanan, sampah plastik dan pempers, dan lain-lain,” katanya, Senin (6/10/2014) lalu.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Purnawan D Negara, menginformasikan, sekitar 80 persen pencemaran yang terjadi di sepanjang aliran Sungai Brantas di bagian hulu disebabkan limbah domestik rumah tangga, selebihnya limbah industri, rumah sakit, hotel dan restoran.
Namun, setelah memasuki daerah hilir yang masuk wilayahMojokerto-Surabaya, pencemaran yang disebabkan limbah industri mencapai 50 persen. “Selebihnya limbah domestik,” kata Purnawan, yang juga pakar hukum lingkungan Universitas Widya Gama Malang.
Ia berharap, pemerintah di Malang Raya gencar mengampanyekan agar masyarakatnya tidak membuang sampah ke sungai. Sebab, meski sudah ada banyak pengolahan sampah terpadu dan bank sampah, kenyataannya sampah yang dibuang ke sungai juga sangat banyak.
Purnawan menyontohkan, pemerintah bisa juga membangun pengolahan limbah domestik di dekat permukiman, sehingga pengolahan sampah bisa dilakukan secara terpadu mulai di lingkungan terdekat.
Sementara itu, akibat dari pembuangan sampah ke sungai yang bermuara ke Sungai Brantas menyebabkan penumpukan di waduk Sengguruh, Kepanjen. Sampah-sampah ini akan terbawa arus ketika memasuki hujan dan menumpuk di waduk Sengguruh.
Data Perusahaan Umum Jasa Tirta 1 menunjukkan, setiap tahun total sampah dan sedimen mencapai lima juta meter kubik. Kendati dilakukan pengerukan, kemampuan mengeruk sampah dan sedimen hanya sekitar 300 ribu meter kubik per tahun. Selebihnya, sampah mengendap dan mengganggu bendungan.
Bendungan Sengguruh difungsikan untuk memproduksi listrik dan pengendalian serta menahan sedimen yang bisa mengancam waduk Sutami di sebelah baratnya. Waduk Sutami sendiri merupakan waduk utama untuk menampung air guna kepentingan pembangkit listrik, keperluan industri, bahan baku air minum serta irigasi pertanian.
(G17)