Warga Keluhkan Pencemaran Sungai oleh PLTSa Putri Cempo

Reading time: 3 menit
Warga mengeluhkan pencemaran sungai oleh PLTSa Putri Cempo. Foto: Gita Pertiwi
Warga mengeluhkan pencemaran sungai oleh PLTSa Putri Cempo. Foto: Gita Pertiwi

Jakarta (Greeners) – Investigasi oleh Yayasan Gita Pertiwi (GP) mengungkapkan limbah tar (air lindi) hasil pembakaran sampah dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo di Surakarta atau Solo mengalir ke sungai sekitar pemukiman Desa Jengglong, Kabupaten Karanganyar. Masyarakat setempat mengeluhkan bau tidak sedap dan warna hitam pekat dari sungai, sehingga mereka terpaksa menghentikan penggunaan sungai untuk minum dan memandikan ternak.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) melansir, produksi sampah di Indonesia semakin meningkat, dengan timbulan sampah mencapai 19,5 juta ton per tahun pada 2023. Meskipun pemerintah telah berupaya mengatasi masalah ini, efektivitas program-program tersebut masih belum optimal.

Kota Surakarta mengalami peningkatan timbulan sampah yang memperihatinkan dalam lima tahun terakhir. Mereka mencatat kenaikan timbunan sampah sebesar 36% dari tahun 2019 hingga 2023.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH)Surakarta menunjukkan, sampah yang awalnya 111.836 ton pada tahun 2019 meningkat menjadi 152.974 ton pada tahun 2023. Untuk menangani sampah tersebut, Pemerintah Surakarta akhirnya membangun PLTSa untuk mengubah sampah menjadi energi listrik.

Namun, investigasi oleh GP mengungkapkan ada banyak laporan dari masyarakat sekitar dan pemulung yang mengeluhkan kegiatan operasional PLTSa. Masyarakat mengeluh tentang bau tidak sedap yang ditimbulkan PLTSa, seperti bau karet terbakar atau bau hangus. Mereka khawatir bau ini dapat mengganggu pernapasan, terutama bagi anak-anak.

“Dulu bilangnya tidak akan berbagi, tidak berasap, tidak bising. Namun, nyatanya baunya dari operasional PLTSa itu sangat seperti bau terbakar gitu, kan takutnya pengaruh ke pernapasan. Terutama di sini banyak anak kecil, ada juga bayi, jadi kadang-kadang pas bau malah merasa pusing,” terang PN salah satu pemulung TPA Putri Cempo kepada tim Gita Pertiwi.

Warga mengeluhkan pencemaran sungai oleh PLTSa Putri Cempo. Foto: Gita Pertiwi

Warga mengeluhkan pencemaran sungai oleh PLTSa Putri Cempo. Foto: Gita Pertiwi

Keluhan Warga

Pengakuan lain datang dari NR, yang tinggal berseberangan dengan wilayah operasional PLTSa. Dia mengeluhkan operasional yang berlangsung 24 jam sangat mengganggu dirinya dan tetangga karena kebisingan hingga tengah malam. Jam tidurnya terganggu, dan bahkan operasional PLTSa menyebabkan getaran-getaran kecil di rumahnya setiap hari.

“Tiap hari berisik itu mesinnya, dari suara itu lho sampai tengah malam tetap bunyi. Takutnya ganggu anak-anak buat tidur. Sampai tiap malam itu ada getaran-getaran gitu ya seperti gempa kecil,” jelas NR dengan tertawa miris.

Pencemaran lain juga dikeluhkan warga, yaitu limbah tar hasil pembakaran yang berwarna hitam pekat dan terbuang di sekitar rumah penduduk. Tar merupakan limbah cair yang berbau dan berwarna hitam hasil dari gasifikasi operasional PLTSa.

“Sudah beberapa kali terjadi luapan tar yang masuk ke sungai setelah operasional PLTSa. Terutama saat hujan itu deras, ada bau menyengat,” kata PN, salah satu masyarakat yang merasakan dampak aliran tar.

Warga mengeluhkan pencemaran sungai oleh PLTSa Putri Cempo. Foto: Gita Pertiwi

Warga mengeluhkan pencemaran sungai oleh PLTSa Putri Cempo. Foto: Gita Pertiwi

Bertindak Lindungi Masyarakat dari PLTSa

Investigasi oleh Gita Pertiwi mengonfirmasi bahwa dari mesin-mesin pengolahan sampah, memang keluar cairan hitam pekat yang berbau dan turun ke sungai tepat di samping rumah warga. Sungai tersebut mengalir hingga ke Bengawan Solo. Saat musim hujan, bau menyengat sangat terasa ketika tar meluncur ke sungai.

Tidak lama setelah investigasi tersebut, Prodi Ilmu Lingkungan UNS mengadakan workshop bertajuk “Prospek Pengelolaan Sampah Surakarta Dengan Operasional PSEL Putri Cempo Menuju Kota Cerdas Berkelanjutan”. Acara workshop ini mengundang perwakilan PLTSa Putri Cempo serta DLH Surakarta sebagai pemateri.

Tim Gita Pertiwi memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengonfirmasi pihak AG, perwakilan dari waste processing PT Solo Citra Metro Plasma Power. AG mengakui bahwa pengelolaan limbah tar belum sepenuhnya selesai. Mereka menjelaskan bahwa tar tersebut belum terkelola maksimal untuk dijadikan pestisida cair atau POC. Akibatnya, banyak tar yang tumpah karena mereka belum melengkapi kolam penampungan dengan atap.

“Iya memang di atas kolam penampungan itu belum ada atap. Jadi, saat hujan banyak terbawa air keluar PLTSa jadi ternyata penuh kolamnya banyak tar yang meluber,” jelas AG dalam seminar tersebut.

Pihak PLTSa berjanji dalam satu bulan ke depan penutup akan segera terpasang untuk mencegah cairan tar meluber dan mencemari lingkungan warga. Tim Gita Pertiwi juga berkomitmen untuk mengawasi dampak operasional PLTSa agar tidak menambah beban lingkungan bagi masyarakat sekitar.

Surakarta Tempat Penyetoran Sampah

Teknologi gasifikasi yang digunakan di PLTSa ini dapat mengurai sampah hingga 500 ton per hari. Selain itu, pihak PLTSa dapat memanfaatkan limbah hasil pembakaran sampah untuk membuat pestisida dan produk lainnya.

Tender proyek PLTSa di Kota Solo dimenangkan oleh PT Solo Citra Metro Plasma Power, dan operasionalnya diresmikan oleh Walikota Solo pada Senin, 30 Oktober 2023. Proyek ini bertujuan untuk mengatasi timbunan sampah di TPA Putri Cempo dalam kurun waktu lima tahun.

Selanjutnya, Surakarta juga akan menjadi tempat penyetoran sampah dari beberapa daerah di Solo Raya. Wilayah itu mencakup Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, Boyolali, Klaten, dan Wonogiri. Sebab, PLTSa membutuhkan pasokan sampah hingga 300 ton per hari, yang melebihi kapasitas sampah Kota Surakarta.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top