Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong adanya perhatian serius dalam penanganan sampah plastik di lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) di Indonesia. Pelestarian lingkungan hidup menjadi pilar strategis yang menentukan keberlanjutan pembangunan pariwisata.
Pemerintah saat ini telah mempersiapkan lebih lanjut dalam pengembangan lima DPSP. Lokasi itu yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur dan Likupang di Sulawesi Utara.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan, sektor pariwisata sangat bergantung dan mengandalkan keaslian dan kebersihan alamnya. Jika unsur-unsur tersebut hilang akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan maka keberlanjutan pariwisata akan suram.
“Karena sekali kita temukan tumpukan dan serakan sampah plastik di destinasi pariwisata maka akan segera ditinggalkan oleh para pengunjungnya. Padahal kita tahu sampah adalah musuh destinasi pariwisata,” katanya dalam Webinar Membangun Destinasi Pariwisata Super Prioritas Melalui Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingkungan, di Jakarta, Senin (1/3).
Lebih jauh ia menyebut, pencemaran dan kerusakan lingkungan di sektor pariwisata juga akan berdampak jangka panjang seperti peningkatan emisi dan perubahan iklim. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius khususnya untuk pencemaran dan kerusakan lingkungan di lima DPSP tersebut.
“Sampah plastik menjadi tantangan pengembangan lima destinasi super prioritas yang pemerintah tetapkan,” imbuhnya.
Destinasi Wisata Hasilkan Ratusan Ton Sampah
Berdasarkan survei yang KLHK dan komunitas pecinta alam lakukan tahun 2016 di delapan destinasi wisata taman nasional, terdapat 453 ton sampah yang lebih dari 150.000 pengunjung hasilkan. Sementara dari jumlah sampah itu, terdapat 240 ton (53 %) adalah sampah plastik yang sudah pasti mencemari dan merusak ekosistem taman nasional.
Ia juga menyebut, pentingnya pengelolaan sampah dengan prinsip reuse, reduce dan recycle (3R). Konsep berwawasan lingkungan ini akan mengurangi kerusakan dan pencemaran lingkungan, menghemat energi dan sumber daya alam.
Sementara itu Direktur Bank Sampah Bersinar Fey Febri menyatakan, penanganan sampah juga berkolaborasi dengan melibatkan bank sampah. Pembangunan bank sampah terus digenjot di lokasi-lokasi DPSP tersebut. Salah satunya dengan pembangunan sebanyak 60 bank sampah di Danau Toba.
Fey menyebut, timbulan sampah non organik mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 3 ton per tahun menjadi 2-3 ton per bulan.
Fey juga menekankan upaya sosialisasi, edukasi dan kampanye untuk memastikan agar masyarakat sadar akan bahaya pencemaran dari bank sampah melalui berbagai pendekatan. “Misalnya dengan memberitahu mereka agar keindahan alam Danau Toba tak rusak maka harus dijaga, dirawat dengan menjaga alam dari pencemaran dan kerusakan,” paparnya.
Perhatian untuk Destinasi Pariwisata Danau Toba
Saat ini keterbatasan sarana dan prasarana menjadi perhatian mengingat tebing sehingga cukup menyulitkan untuk pengambilan sampah. Jauhnya jarak tempuh juga menjadi tantangan pengambilan sampah dari off taker ke bank sampah induk. “Cost untuk transportasi keterbatasan sarana dan prasarana ini masih menjadi tantangan kita,” ucapnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Toba Rajaipan Sinurat menyatakan, pemerintah daerah tak bosan-bosan menyuarakan sosialisasi dan edukasi dalam upaya penanganan sampah rumah tangga hingga sampah plastik.
Peraturan Bupati juga mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Selain itu, ada aksi Kamis Bersih yang aparatur sipil negara dan pelaku wisata lakukan untuk mengurangi sampah.
Sementara itu, Pakar lingkungan Enri Damanhuri menyatakan, pengelolaan sampah di lima DPSP tersebut menjadi tantangan pemerintah daerah. Caranya dengan memastikan rantai keberlanjutan dari pengelolaan sampah.
Pasalnya, di beberapa daerah misalnya di daerah Toba memiliki keterbatasan fasilitas pengelolaan sampah dan jumlah para pemungut sampah. Alhasil, penanganan sampah belum optimal. “Misalnya sampah memang tidak dibuang di objek wisata begitu saja, tapi dibakar. Ini juga justru pencemaran,” imbuhnya.
Direktur Tata Kelola Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indra Ni Tua menyebut, tugas terbesar pariwisata yaitu pada aspek lingkungan. Dalam konteks pengelolaan sampah di lima DPSP tersebut, ia menekankan perlunya memerhatikan sumber sampah dari luar daerah.
“Misalnya di Bali kita tahu sumber sampah bukan dari Bali saja, tapi dari aliran sampah Bengawan Solo dan Berantas. Jadi daerah-daerah itu juga perlu kita dekati,”ungkapnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin