Bandung (Greeners) – Jika pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 silam membawa pesan perlawanan terhadap kolonialisme, maka pada Karnaval Asia Afrika yang berlangsung di Kota Bandung lebih menekankan pada tema solidaritas.
Walikota Bandung, Ridwan Kamil yang ditemui di sela-sela acara Solidarity Day di Taman Film, di bawah jembatan Pasupati, mengatakan, ada pesan tersendiri mengapa Karnaval Asia Afrika 2015 ini diadakan dan jauh lebih meriah dibandingkan pelaksanaan KAA pada tahun 2005 lalu.
Pria yang akrab disapa Emil ini menjelaskan, Bandung pada tahun 1955 menjadi kota yang sangat berpengaruh karena disambangi oleh berbagai kepala negara selama sepuluh tahun sekali.
“Tema KAA Ke-60 kali ini itu solidaritas baru di mana semua negara di Asia-Afrika sudah tidak lagi memerangi kolonialisme. Di sini kita bukan ingin bernostalgia tapi lebih pada menumbuhkan semangat baru, yaitu solidaritas antar negara KAA,” jelasnya kepada Greeners di Taman Pasupati, Bandung, Selasa (21/04) kemarin.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa ada makna yang dalam terhadap dua tokoh utama Konferensi Asia Afrika, yaitu Presiden RI pertama, Soekarno dan mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela yang menjadi penggambaran solidaritas pada Karnaval Asia Afrika Ke-60.
Menurutnya, kedua tokoh ini sudah sangat dikenal dan diakui oleh siapapun di dunia. Soekarno, lanjutnya, telah menyatukan negara-negara Asia-Afrika melalui KAA pada tahun 1955. Sedangkan Nelson Mandela, terpilih sebagai tokoh baru karena seluruh negara di Afrika mengakui kalau Nelson Mandela menjadi figur yang menyatukan negara mereka.
“Untuk Asia, semua sudah sepakat Soekarno-lah tokohnya. Nah, untuk Afrika, saya sudah tanya ke duta besar-duta besar di negara-negara Afrika dan mereka sepakat Nelson Mandela-lah yang menyatukan mereka,” tuturnya.
Ketika disinggung tentang adanya upaya pengaburan sejarah yang dilakukan oleh penyelenggara KAA ke-60 termasuk Ridwan Kamil di dalamnya, Ridwan Kamil kembali menegaskan bahwa KAA tahun ini bukan peringatan yang ditujukan hanya untuk bernostalgia belaka. Ada yang baru yang harus menjadi pesan solidaritas yang dibawa.
“Ini semangat baru. Nilai-nilai baru. Mereka yang mengatakan bahwa ini pengaburan sejarah berarti tidak bisa membaca nilai-nilai dan semangat baru di negara-negara Asia-Afrika. Lagipula ini aspirasi dari semua negara peserta KAA,” katanya tegas.
Sebagai informasi, sebelumnya ada tudingan bahwa panitia pusat peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika disinyalir cenderung mengaburkan sejarah dari semangat Dasasila Bandung karena memasang foto, poster dan baliho Nelson Mandela. Kemudian, tema yang diangkat dalam peringatan 60 KAA adalah “Selatan-Selatan”.
Tudingan tersebut didasarkan pada tidak adanya keterlibatan Nelson Mandela karena tidak pernah menjadi peserta KAA pada tahun 1955 di Kota Bandung. Bahkan, Ketua Umum Aliansi Nasionalis Indonesia (Anindo), Edwin Henawan Soekowati, mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri RI tengah menyiapkan dokumen politik yang dinamakan Bandung Mission (Misi Bandung) sebagai pengganti Dasasila Bandung yang bahan-bahannya telah disiapkan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) melalui “Seminar Bandung Conference and Beyond 2015”.
Penulis: Danny Kosasih