Jakarta (Greeners) – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan sering kali menyampaikan visi Indonesia sebagai negara maritim. Dalam pidatonya di COP 21, secara tegas Presiden menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang serta negara kepulauan dimana sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil yang memiliki tingkat kerentanan lebih tinggi terhadap ancaman perubahan iklim.
Sayangnya, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), komitmen Presiden tersebut belum diterjemahkan dalam bentuk kebijakan nasional yang bertujuan untuk memulihkan dan melindungi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, baik dari ancaman perubahan iklim maupun ekspansi modal.
BACA JUGA: Dilaporkan Pospera, Aktivis Penolak Reklamasi Benoa Dapat Dukungan 176 Advokat
Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, saat ini, terdapat 47 titik reklamasi yang akan dilakukan di seluruh Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Beberapa titik itu di antaranya mulai dari reklamasi Teluk Jakarta, reklamasi Teluk Benoa, reklamasi Makassar, reklamasi Teluk Palu, Kendari, Manado, dan Balikpapan. Ambil contoh saja Bali. Dalam riset yang dilakukan oleh Walhi terkait dengan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I), menunjukkan bahwa proyek reklamasi Teluk Benoa memang sudah masuk dalam skenario pembangunan ekonomi untuk koridor wisata,” jelasnya, Jakarta, Jumat (26/08).
Direktur Walhi Sulawesi Tenggara Kisran Makati menyatakan, seharusnya sebagai negara maritim, nelayan adalah aktor utama agar visi maritim dapat terwujud. Namun menurut Kisran, kebijakan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah justru semakin menyingkirkan ruang hidup nelayan.
“Proyek reklamasi adalah pemiskinan struktural pada masyarakat nelayan khususnya nelayan kecil yang semakin sulit mengakses sumber-sumber kehidupan,” tambahnya.
BACA JUGA: KLHK Tempuh Lima Langkah Penyelesaian Polemik Reklamasi Pantura
Selain itu, Direktur Walhi Jakarta Puput Tri Dharma Putra menyatakan bahwa perusakan fungsi ekologis tidak hanya terjadi di wilayah dimana proyek reklamasi tersebut berjalan. Perusakan fungsi sosial dan budaya juga, menurutnya, akan hilang di kawasan reklamasi.
Putra menyatakan, proyek-proyek reklamasi semakin meningkatkan kerentanan wilayah pesisir dan juga telah menghilangkan sumber kehidupan masyarakat nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya dari kawasan pesisir. “Sementara keselamatan rakyatnya dan nasib lingkungan hidup harus bertarung sendiri dengan dampak perubahan iklim dan ancaman investasi yang begitu massif,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih