Walhi: Proyek Besar Bayangi Kerusakan Lingkungan Jawa Barat

Reading time: 3 menit
Ilustrasi kerusakan lingkungan di Jawa Barat. Foto: BPBD Cianjur
Ilustrasi kerusakan lingkungan di Jawa Barat. Foto: BPBD Cianjur

Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mengungkap berbagai kondisi ekologis yang semakin mengkhawatirkan di penghujung tahun ini. Salah satu isu utama adalah kerusakan lingkungan di Jawa Barat. Hal itu imbas maraknya investasi dan pembangunan yang berujung merusak lingkungan.

Direktur Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang mengungkapkan salah satu faktor utama yang mempercepat kerusakan lingkungan di Jawa Barat adalah pembangunan proyek-proyek besar yang mengedepankan kepentingan investasi.

“Pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, pabrik, dan pertambangan yang tersebar di berbagai wilayah Jawa Barat memperburuk kualitas lingkungan dan mempercepat perubahan iklim,” ungkap Wahyudin di Bandung, Senin (23/12).

Menurutnya, proyek strategis nasional (PSN) semakin memperburuk daya dukung lingkungan hidup di Jawa Barat. Proyek-proyek ini telah menyebabkan degradasi kawasan hutan dan kawasan urban hingga mencapai 1 juta hektare.

Perubahan bentang alam ini didominasi oleh pembangunan kereta cepat, jalan tol, Bandara Kertajati, PLTU batu bara, PLTGU, Pelabuhan Patimban, waduk, industri, serta maraknya izin wisata di kawasan hutan.

Penyusutan kawasan hutan juga tidak luput dari intervensi kegiatan pembangunan geothermal. Hampir semua gunung di Jawa Barat diproyeksikan untuk dieksploitasi demi kepentingan panas bumi.

“Selain itu, pembukaan lahan untuk kegiatan Hutan Tanaman Energi (HTE) turut berkontribusi terhadap penyusutan kawasan hutan. Belum lagi, penurunan status hutan terjadi hanya untuk kepentingan penambang, salah satunya melalui SK 25 yang memproyeksikan kepentingan panas bumi di Kamojang,” tambahnya.

BACA JUGA: Terumbu Karang yang Rusak di Raja Ampat Mencapai 18.882 Meter Persegi

Berdasarkan data dari Atlas Nusantara, pada tahun 2023, luas hutan yang tersisa di Jawa Barat hanya sekitar 259.576 hektare. Menurut Walhi, angka ini menunjukkan pesatnya alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah ini.

Selain itu, lahan kritis di Jawa Barat terus bertambah. Pada tahun 2021, provinsi ini menduduki peringkat ketiga secara nasional dengan luas lahan kritis mencapai 907.979,09 hektare. Kehilangan tutupan hutan dan ekspansi lahan kritis ini semakin memperburuk kondisi lingkungan di Jawa Barat.

Walhi Jawa Barat mengungkap berbagai kondisi ekologis dan kerusakan lingkungan di penghujung tahun ini. Foto: Walhi Jawa Barat

Walhi Jawa Barat mengungkap berbagai kondisi ekologis dan kerusakan lingkungan di penghujung tahun ini. Foto: Walhi Jawa Barat

Bencana Alam Tertinggi

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan frekuensi bencana alam tertinggi di Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), provinsi ini tercatat mengalami berbagai jenis bencana setiap tahunnya, mulai dari kekeringan hingga gempa bumi.

Pada tahun 2023, tercatat 2.050 kejadian bencana alam di Jawa Barat. Jenis bencana alam yang paling banyak terjadi adalah kebakaran hutan dan lahan, dengan 710 kejadian yang melanda hampir seluruh kabupaten/kota, kecuali Kota Banjar. Bencana cuaca ekstrem tercatat sebanyak 624 kejadian, sementara bencana longsor terjadi sebanyak 465 kejadian.

Tahun 2024 kembali menjadi tahun bencana bagi Provinsi Jawa Barat, dengan tercatat 1.690 kejadian bencana. Lebih dari 18.000 rumah mengalami kerusakan, 58 jiwa menjadi korban, dan 547.966 jiwa terdampak akibat bencana yang terjadi sepanjang tahun ini.

Ancaman di Bandung Selatan

Kawasan Bandung Selatan (KBS) yang menjadi benteng terakhir untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat di Jawa Barat, kini juga terancam. Banyak lahan perusahaan besar kelola, seperti PT Perkebunan Nusantara VIII, yang masa izinnya telah habis dan berpotensi beralih fungsi untuk kepentingan bisnis.

Proyek-proyek yang melibatkan sektor pariwisata dan infrastruktur semakin meningkat di kawasan ini. Sementara daerah tersebut tetap rawan bencana ekologis seperti pergeseran tanah, banjir, dan letusan gunung berapi.

“Pemerintah dan institusi penegak hukum, yang seharusnya melindungi lingkungan, terkadang justru terlibat dalam praktik yang memperburuk kerusakan ini. Oleh karena itu, penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan menjadi sangat mendesak,” tegas Wahyudin.

Tantangan Visi Dedi Mulyadi

Walhi juga menyoroti program Gubernur Jawa Barat yang baru terpilih, Dedi Mulyadi, bersama Wakil Gubernur, yang memiliki visi “Jabar Istimewa.” Visi ini berfokus pada pengembangan kualitas sumber daya manusia, ekonomi kerakyatan berbasis sumber daya lokal, serta pemerataan pembangunan.

BACA JUGA: Walhi Aceh Desak Pemerintah Tuntaskan Permasalahan Lingkungan

Namun, Walhi Jawa Barat mengkhawatirkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada laju investasi tinggi tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Menurut mereka, hal ini justru akan memperburuk kondisi ekologis di provinsi ini.

Wahyudin mengatakan, berdasarkan pengalaman dari pemerintahan sebelumnya, investasi yang tidak berlandaskan pada prinsip keberlanjutan menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin meluas.

Pulihkan Lingkungan 

Kendati demikian, untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan yang semakin parah, Walhi Jawa Barat menekankan pentingnya rehabilitasi hutan sebagai solusi strategis. Pembangunan yang lebih memperhatikan aspek keberlanjutan dan kelestarian alam sangat perlu untuk menjaga ekosistem dan kehidupan masyarakat.

Wahyudin menekankan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku perusak lingkungan. Hal itu baik pengusaha maupun aparat pemerintah, juga harus menjadi prioritas.

Dengan pendekatan pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan, Jawa Barat dapat menjaga kekayaan alamnya dan memperbaiki kualitas hidup warganya. Jika tidak, ancaman bencana ekologis yang lebih besar akan terus menghantui provinsi ini di masa depan.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top