Malang (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup mendesak pemerintah meninjau ulang eksploitasi energi panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Sebab, kebijakan pengelolaan panas bumi merusak kawasan hulu hingga hilir. “Bencana mengancam mulai hulu hingga hilir,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika, Rabu (03/9/2014).
Ony menyayangkan, Undang-undang nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi yang sudah disahkan akhir bulan lalu. Sebab, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi yang dikategorikan kegiatan penambangan dihilangkan. Sehingga, eksplorasi dan eksploitasi panas bumi, yang dalam undang-undang nomor 27 tahun 2003 dilarang dilakukan di kawasan lindung dan konservasi, bisa dilakukan.
Menurutnya, di Jawa Timur ada belasan titik panas bumi yang potensial dimanfaatkan pemerintah. Salah satu yang siap ditenderkan adalah di kawasan Gunung Arjuno-Welirang sebesar 185 MW. Selain itu, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga sudah dilakukan survei pendahuluan.
Walhi memandang, pengelolaan panas bumi lebih banyak dimanfaatkan untuk industri-industri besar dari pada untuk kepentingan masyarakat. Berapa jumlah kebutuhan energi dan kekurangannya tidak pernah dibuka secara transparan. “Konsumsi energi terbesar untuk siapa? kita tahu di areal sekitar Arjuno-Welirang merupakan kawasan industri,” ujarnya.
Di daerah Pasuruan, Mojokerto, Batu, Malang Selatan, semuanya sudah dipetakan untuk dijadikan kawasan industri yang pasti membutuhkan banyak energi. Ia mengingatkan, bencana kekeringan akan mengancam kawasan hulu-hingga hilir, sebab, pengelolaan panas bumi pasti membutuhkan air dalam jumlah banyak. Hal ini dapat mengancam sumber-sumber air yang ada di hulu yang menyebabkan daerah hilir juga terancam kekeringan karena airnya disedot di hulu.
Menurut Ony, air di kawasan hulu yang menjadi kawasan lindung dan konservasi akan habis untuk kebutuhan pengelolaan panas bumi yang tempatnya berada di hulu. “Bencana kekeringan akan melanda mulai hulu dan hilir,” ujar Ony.
Kepala Balai Besar TNBTS, Ayu Dewi Utari, membenarkan, jika Kementerian ESDM memang sudah meminta izin melakukan survei pendahuluan di kawasan TNBTS. “ESDM izin ke kita untuk survei panas bumi, mengenai kelanjutannya masih belum ada koordinasi lebih lanjut,” kata Ayu.
Berapa potensi yang ada di kawasan TNBTS, dan akan dilakukan diwilayah mana, serta dampak dan kajian lainnya masih belum dibicarakan. “Belum bisa komentar lebih jauh, karena belum ada koordinasi lebih lanjut,” katanya.
Survei pendahuluan panas bumi di kawasan TNBTS dilakukan di wilayah seluas 199.200 hektare yang masuk dalam wilayah Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Malang. Dari luasan tersebut, 49.270,06 hektare tumpang tindih dengan TNBTS dan seluas 26.304,7 hektare dengan hutan lindung, serta 53 hektare dengan kawasan Gunung Abang.
(G17)