Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk segera menindak lanjuti laporan Walhi pada tanggal 18 september 2014 terkait dugaan kasus intimidasi aparat polres Indragiri Hilir (Inhil) terhadap masyarakat Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Dalam keterangan yang diterima oleh Greeners, Direktur Eksekutif Walhi, Abetnego Tarigan, menjelaskan, bahwa masyarakat yang terintimidasi tersebut juga telah diproses hukum dan ada 17 orang yang jadi tersangka dan sedang menjalani proses persidangan. Kemudian, menyusul 4 orang masyarakat yang ditetapkan sebagai tersangka dan sedang dalam proses persidangan.
Menurut Abetnego, masyarakat tidak menerima atas klaim PT Setia Agrindo Lestari (SAL) yang tiba-tiba mematok wilayah kelola mereka menjadi wilayah konsesi perkebunan. PT SAL mendapat izin usaha perkebunan dari Bupati Indragiri Hilir seluas 17.095 hektar yang meliputi Desa Pungkat, Desa Simpang Gaung, Desa Belantaraya, Desa Teluk Kabung, dan Desa Lahang.
“Walhi sekali lagi mendesak kepada Komnas HAM untuk segera mengambil langkah-langkah konkrit atas kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kepolisian dan mengeluarkan rekomendasi agar perusahaan menghentikan aktivitasnya diatas lahan atau wilayah kelola masyarakat Desa Pungkat,”
Sebagai informasi, Himpunan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Indragiri Hilir (Hippmih) bersama Walhi Riau, Jikalahari, Tapak dan Riau Corruption Trial sudah sejak lama menyerukan agar Polres Indragiri Hilir menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat di Desa Pungkat yang sedang berkonflik dengan PT Setia Agrindo Lestari (PT SAL), perusahaan sawit terafiliasi dengan Surya Dumai Grup. Sedangkan, Polres Indragiri Hilir telah menetapkan tersangka setidaknya 19 warga Desa Pungkat karena diduga melakukan pembakaran alat berat milik PT SAL pada Juni 2014.
Timbulnya insiden pembakaran alat berat milik PT SAL merupakan ujung dari kekesalan warga lantaran PT SAL tidak mematuhi surat penghentian dari Pemkab Inhil, DPRD Inhil dan Babinsa Pungkat agar menghentikan sementara semua kegiatan PT SAL di Desa Pungkat sampai permintaan warga Desa Pungkat terpenuhi.
Izin PT SAL juga bermasalah. Areal perkebunan sawit seluas 17.095 ha untuk PT SAL di Desa Simpang Gaung, Desa Belantaraya, Desa Pungkat, Desa Teluk Kabung dan Desa Lahang Hulu Kecamatan Gaung tumpang tindih dengan Moratorium Revisi PIPIB V tahun 2014. Sebagian besar areal tersebut berada di atas hutan gambut. Dan, setidaknya ada sekitar 4.000 ha hutan alam tersisa di dalam areal PT SAL yang segera akan ditebang oleh PT SAL.
Hasil penelaahan Tim Balai Besar dan Pengembangan dan Sumber Daya Lahan Pertanian pada tahun 2012 menyebut areal tersebut masuk dalam Revisi PIPIB III pada lahan gambut dengan fungsi HPK dan APL.
Sejak awal warga Desa Pungkat menolak kehadiran PT SAL menggarap kebun sawit di Desa Pungkat karena menggangu mata pencaharian utama warga berupa perkebunan kelapa dan pembuatan perahu serta berakibat pada dampak lingkungan.
Sejak berdirinya Desa Pungkat sekitar tahun 1940 an, mata pencaharian warga bergantung kepada kelapa dan hutan. Kayu dari hutan mereka olah untuk membuat perahu untuk nelayan. Sampai hari ini masyarakat Pungkat masih menggunakan hasil hutan yang ada di wilayah Desa Pungkat.
Masyarakat khawatir pasokan air bersih dan tangkapan ikan akan tercemar bila PT SAL menanam sawit sebab sawit rakus terhadap air. Selain kekhawatiran dampak lingkungan dan hilangnya mata pencaharian, kini masyarakat Pungkat ketakutan karena 19 warga Pungkat jadi tersangka.
(G09)