Jakarta (Greeners) – Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden putaran kedua bertemakan pangan, energi, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup akan dilaksanakan pada tanggal 17 Februari mendatang. Untuk debat kedua Pilpres 2019 ini, organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) memberikan saran kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengisi debat dengan komitmen pasangan calon dalam mengatasi masalah lingkungan hidup.
Ketua Tim Adhoc Politik Keadilan Ekologis WALHI Khalisah Khalid mengatakan tema ini penting mengingat semakin meningkatnya bencana ekologis, kebakaran hutan dan ekosistem rawa gambut yang terus membayangi beberapa provinsi di Indonesia. Konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam/agraria juga terus terjadi.
“Kami mendorong paslon untuk berani berdebat pada level substansi dan menjangkau masalah mendasar dari persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam, bukan hanya sebatas isu lingkungan hidup yang berada di permukaan,” ujar Khalis dalam konferensi pers Mendorong Agenda Politik Lingkungan Jelang Debat Kedua Capres dan Cawapres di Kantor Eksekutif WALHI, Jakarta, Kamis (24/01/2019).
BACA JUGA: Golhut Ajak Milenial Memilih Capres & Cawapres yang Peduli Lingkungan
Khalid mengatakan bahwa masalah struktural lingkungan hidup dan sumber daya alam di Indonesia setidaknya terkait dengan pilihan ekonomi pembangunan yang tetap bertumpu pada industri ekstraktif, ketimpangan penguasaan sumber daya alam dan agraria yang berbasis korporasi skala besar. Selain itu tata kelola sumber daya alam yang buruk, diantaranya praktik korupsi, perampasan tanah dan pelanggaran HAM.
“Sebelum menentukan hak politiknya, publik bisa menilai sejauh mana pemahaman dan komitmen kedua paslon Capres dan keberanian untuk penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi, apa strategi mereka untuk memberikan efek jera kepada penjahat lingkungan. Apa agenda kedua paslon untuk menghentikan praktik perampasan hak rakyat atas sumber daya alam dan agraria serta upaya menghentikan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup dan agraria,” kata Khalid.
Pada debat kedua nanti, Khalid berharap muncul adu gagasan politik lingkungan bagi publik untuk mengetahui sejauh mana visi misi dan program strategis yang ditawarkan oleh kedua paslon pada pemerintahan ke depan.
“Pada debat pertama kemarin (17 Januari 2019) nyaris tidak ada hal substantif yang diperdebatkan, tidak lebih hanya menampilkan gimmick joget yang semakin menjauhkan isu-isu substansi di tengah publik. Bahkan isu-isu krusial tidak mau disentuh oleh kedua paslon. Jadi kami dari WALHI maupun ICEL menyarankan agar KPU memberikan pembahasan lingkungan yang benar-benar menjurus langsung kepada permasalahan rakyatnya,” jelasnya.
BACA JUGA: Jelang Pemilu 2019, Saatnya Politikus Hijau Gaet Generasi Milenial
Sementara itu, Deputi Direktur ICEL Raynaldo Sembiring mengatakan bahwa dengan waktu perdebatan 90 menit para paslon Capres dan Cawapres harus benar-benar memanfaatkan waktu dengan baik. “Kami tahu jika saran-saran yang kami berikan ke KPU tidak bisa diperdebatkan seluruhnya karena masih ada pembahasan yang lain, namun kami berharap jika kedua paslon ini benar-benar bisa memanfaatkan waktu dengan memberikan contoh konkret dengan persoalan yang ada di lapangan. Misalnya bisa membahas Freeport, itu mencakup energi, lingkungan, dan ekonomi,” kata Raynaldo.
ICEL dan WALHI juga memberikan beberapa contoh pertanyaan untuk perdebatan kedua yang diajukan ke KPU. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya, “Apa strategi kedua paslon dalam menyeimbangkan ambisi pembangunan dengan perlindungan lingkungan hidup, terutama pada wilayah daerah yang lingkungannya harus segera dipulihkan?” dan “Bagaimana komitmen Capres untuk melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum yang beroperasi di ekosistem rawa gambut dan hutan alam?”
“Kami mengharapkan pertanyaan-pertanyaan kami bisa diperdebatkan, atau paling tidak pertanyaan yang serupa. Dan jawaban yang diberikan terkait dengan kasus dan isu yang saat ini sedang terjadi,” kata Raynaldi.
Penulis: Dewi Purningsih