Walhi: Calon Pemimpin Jakarta Masih Setengah Hati Atasi Masalah Lingkungan

Reading time: 3 menit
Walhi menilai calon pemimpin Jakarta masih setengah hati mengatasi masalah lingkungan. Foto: KPU
Walhi menilai calon pemimpin Jakarta masih setengah hati mengatasi masalah lingkungan. Foto: KPU

Jakarta (Greeners) – Debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta telah berlangsung pada Minggu, 17 November 2024. Dalam debat tersebut, para calon menyampaikan gagasan mereka untuk melindungi lingkungan hidup di DKI Jakarta. Namun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai bahwa para calon pemimpin Jakarta tersebut masih setengah hati dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup di Jakarta.

Juru Kampanye Walhi Jakarta, Muhammad Aminullah mengatakan berbagai gagasan para kandidat dalam debat masih berfokus pada persoalan teknis yang minim perubahan struktural dan sistemik. Pada konteks penanganan banjir, polusi udara, dan penyediaan air, para kandidat cenderung menggunakan strategi yang mengarah pada penguatan di hulu. Strategi tersebut meliputi pembangunan tanggul, pembersihan drainase, penanaman pohon, penggunaan kendaraan listrik, serta pengaturan lalu lintas.

“Meskipun penting, tanpa adanya penguatan tata kelola lingkungan, upaya para kandidat tidak dapat berjalan dengan efektif,” kata Aminullah lewat keterangan tertulisnya, Senin (18/11).

BACA JUGA: Warga Pulau Pari Tuntut Keadilan Sosial Lingkungan ke Calon Pemimpin Jakarta

Aminullah menekankan perubahan struktural dan sistemik yang menyangkut perubahan tata kelola lingkungan menjadi penting. Sebab, tanpa perubahan tersebut, pemerintah akan terus menghabiskan energi mengatasi persoalan lingkungan di hulu.

Pembangunan kota Jakarta yang mengabaikan aspek lingkungan justru menyebabkan berbagai persoalan. Misalnya, pencemaran, banjir, dan krisis air bersih. Hal ini terlihat dari lemahnya perlindungan ruang terbuka hijau, izin lingkungan yang tidak terbatas, serta kurangnya pengawasan terhadap izin lingkungan.

“Hal-hal tersebut telah membuat sektor swasta, khususnya yang berdampak pada lingkungan, memiliki keleluasaan beroperasi dan membangun usaha yang menyebabkan degradasi lingkungan,” tambahnya.

Gagal Tanggapi Akses Air

Dalam konteks pemenuhan hak atas air, para kandidat gagal menjawab pertanyaan panelis yang mengarah pada pembatasan akses oleh pemerintah pada kelompok masyarakat tanpa bukti kepemilikan tanah. Hal itu melalui penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyambungan dan Pemakaian Air Minum.

“Alih-alih mengemukakan strategi pemenuhan air pada kelompok yang dibatasi pemerintah tersebut, para kandidat hanya menyampaikan target pemenuhan air bersih yang sejatinya juga tidak konkret. Tidak konkretnya target pemenuhan air bersih oleh para kandidat terlihat dari tidak adanya strategi perlindungan dan pemulihan sumber air baku yang menjadi modal utama pemenuhan air bersih,” imbuh Aminullah.

BACA JUGA: Belum Ada Komitmen di COP 29, Rakyat Tuntut Keadilan Iklim

Menurut data dari DLH DKI Jakarta, sumber air baku Jakarta, termasuk sungai, danau, laut, dan tanah, kondisinya tercemar. Pemenuhan jangkauan hak atas air yang diusung para kandidat pun akan sulit tercapai tanpa adanya sumber air yang sehat. Tanpa sumber air baku yang layak, janji tersebut hanya akan menjadi omong kosong.

Menurut Aminullah, penyelesaian konflik agraria di Jakarta mendesak. Namun, pendekatan dialog oleh kandidat cenderung mengarah pada pemindahan masyarakat yang terlibat, bukannya mencari solusi yang lebih adil.

Hal ini menunjukkan bahwa ketiga kandidat masih memposisikan masyarakat sebagai objek pembangunan. Masyarakat dianggap harus tunduk pada keputusan penguasa dan kemauan swasta, yang sering kali menyasar lahan yang sejak turun-temurun telah dikuasai mereka. Para kandidat belum menjadikan masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan yang memiliki kedaulatan dalam menentukan arah pembangunan kota.

Lindungi Kepulauan Seribu

Sementara itu, Kepulauan Seribu memiliki 110 pulau-pulau kecil juga harus menjadi perhatian. Daya dukung dan daya tampung lingkungan pulau kecil sangat terbatas. Sehingga, gangguan sekecil apa pun baik dari internal maupun eksternal pulau akan berdampak bagi keberlanjutan pulau kecil.

Tim Advokasi Walhi Jakarta, Syahroni Fadhil, mengatakan bahwa 23 pulau saat ini dalam keadaan kritis. Luas pulau terus menyusut, begitu pula unit ekosistem yang ada di sekitarnya seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang.

Kondisi ini memperburuk keadaan masyarakat Kepulauan Seribu yang menjadi rumah bagi 15% penduduk miskin Jakarta. Apalagi, komunitas nelayan sangat bergantung pada keutuhan ekosistem pulau kecil.

Atas dasar itu, Walhi Jakarta memberikan catatan kepada Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memperhatikan Kepulauan Seribu. Mereka meminta para calon pemimpin Jakarta ini untuk memperkuat aspek pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku pengrusakan lingkungan.

Walhi Jakarta juga meminta mereka agar mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan agenda pembangunan di Kepulauan Seribu. Kemudian, mendukung penuh pada komunitas-komunitas pelestari lingkungan. Calon pemimpin Jakarta juga harus memperkuat ketahanan masyarakat, terutama dalam berhadapan dengan bencana dan perubahan iklim. Ini termasuk bagi para penyintas yang telah mengalami kerusakan dan kerugian.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top