Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Lingkungan (Walhi) Aceh menolak dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) rencana pembangunan jalan bebas hambatan dan jalan tol di Provinsi Aceh. Direktur Eksekutif Walhi Aceh Muhammad Nur menyatakan bahwa saat ini kehadiran jalan tol berdasarkan analisis dokumen, belum mampu menjawab persoalan mendasar rakyat Aceh.
Menurut Muhammad Nur, pembangunan jalan bebas hambatan dan jalan tol justru mengganggu keberlangsungan lingkungan hidup dan mengancam keberadaan kawasan kelola rakyat (lahan pertanian), dan mengganggu pemukiman penduduk. Walhi Aceh meminta pada Gubernur Aceh untuk tidak menerbitkan izin lingkungan sebelum Amdal tersebut disempurnakan.
“Dilihat dari kualitas dokumen analisis lingkungan, Walhi Aceh mencurigai adanya pelanggaran administrasi dalam tahapan dan proses penyusunannya. Meskipun pembangunan jalan tersebut merupakan program nasional, jika tidak sesuai dengan tata ruang daerah maka tidak dapat dipaksakan pembangunnya. Kecuali kabupaten/kota tidak bersikap dan menerima secara mentah kebijakan tersebut,” jelasnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (30/06).
BACA JUGA: Walhi Tolak Kehadiran PT Tripa Semen Aceh di Tamiang
Di dalam dokumen Amdal pembangunan jalan bebas hambatan dan jalan tol provinsi Aceh yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Aceh ini, jelasnya, terdapat banyak kejanggalan dan tidak sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota, selain tidak sesuai dengan tata ruang pula.
Selain itu, peta lokasi proyek belum mendapatkan rekomendasi dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten/Kota dan belum di stempel serta tanda tangan pejabat berwenang. Amdal tersebut, terangnya, tidak menjelaskan lokasi pengambilan material seperti batu dan seterusnya.
Muhammad Nur menjelaskan sebagian besar isi dari dokumen Amdal tersebut terlalu teoritis dan banyak hal lain yang belum diperinci oleh penyusun bersama Pemrakarsa Proyek untuk dikerjakan oleh PT Pratama Karya sebagai kontraktor proyek dalam dokumen Amdal yang dibahas di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh.
BACA JUGA: Elemen Masyarakat Sipil Desak Gubernur Aceh Evaluasi Moratorium Logging
Pembahasan dokumen yang dilakukan pada Rabu, 29 Juni 2016 juga telah menghasilkan beberapa poin untuk menolak pembangunan tersebut. Kehadiran infrastruktur pembangunan jalan bebas hambatan dan jalan tol setidaknya akan menyebabkan 40.000 hektar lahan sawah beralih fungsi, sementara agenda Gubernur Aceh kedepannya menargetkan Aceh menjadi lumbung pangan serta mempertahankan wilayah produksi pangan terluas di Indonesia.
“Jika dilihat lebih detail, penyediaan lahan untuk pembangunan tersebut lebih diutamakan daripada menanggulangi keadaan-keadaan lingkungan yang faktanya sangat sulit untuk diperbaharui. Padahal prinsipnya suatu pembangunan harus memperhatikan persoalan ekosistem, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup untuk menciptakan keadaan yang baik,” katanya.
Sebagai informasi, pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum berencana membangun jalan bebas hambatan dan jalan Tol di Provinsi Aceh dengan panjang jalan sekitar 412,77 kilometer yang akan melewati 8 kabupaten/kota mencakup Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Bireuen, Pidie Jaya, Pidie, dan Aceh Besar.
Penulis: Danny Kosasih