Pontianak (Greeners) – Wakil Bupati Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Livingstone Sango, mengunjungi Provinsi Kalimantan Barat selama 7 – 9 Oktober untuk mempelajari tentang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kapuas Hulu yang dikenal sebagai kabupaten konservasi.
Ia didampingi Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sigi, Andi Aco, Kepala Bappeda Kabupaten Sigi, Nurzain , Kepala Bidang Teknis Balai Taman Nasional Lore Lindu, Ahmad Yani, dan staf Dinas Pariwisata Kabupaten Sigi, serta perwakilan masyarakat dari Kecamatan Lindu, lawatan akan dilanjutkan ke Kabupaten Kapuas Hulu, Selasa-Rabu (8-9 Oktober 2013).
Sebelum berangkat, ia mengunjungi Kantor WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat di Pontianak. “Kami sangat ingin belajar dan mengetahui bagaimana pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi yang berada di wilayah Heart of Borneo (HoB) serta langkah-langkah pengelolaan taman nasional yang sudah dilakukan, khususnya di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), dan hasilnya untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” kata dia.
Kabupaten Sigi sendiri baru lima tahun terbentuk dan memiliki satu kawasan Taman Nasional, yaitu Lore Lindu. Sementara 75 persen dari wilayah Kabupaten Sigi merupakan kawasan hutan, termasuk taman nasional, hutan lindung, dan hutan produksi. Di Kecamatan Lindu, terdapat danau dengan potensi perikanan mencapai 2 ton per hari pada saat musim panen, serta sumber pendapatan masyarakat dari perkebunan coklat dengan produksi 2-3 ton per hari.
Koordinator Komunikasi dan Kampanye WWF-Indonesia Progam Kalimantan Barat, Jimmy Syahirsyah, menyampaikan bahwa WWF sudah memulai kerja-kerja di bidang konservasi di Kapuas Hulu sejak tahun 1997. Dimulai dengan sejumlah penelitian dan survei dalam berbagai disiplin ilmu guna menyusun Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Betung Kerihun 1999-2024.
Jimmy menjelaskan, hingga tahun 2013 sudah banyak capaian-capaian melalui beberapa program kerja, yang mencakup aspek-aspek ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi, baik yang dilakukan di sekitar TNBK dan wilayah Kapuas Hulu lainnya, maupun di kabupaten lain di Kalbar seperti Sintang, Melawi, Sambas, Ketapang dan Kubu Raya.
Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi, memiliki dua Taman Nasional – TNBK dan TNDS (Taman Nasional Danau Sentarum) – yang lebih dari 55% kawasannya merupakan kawasan konservasi dan kawasan lindung. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kapuas Hulu 2011-2031, Kapuas Hulu telah mencanangkan Ekowisata Berbasis Masyarakat sebagai visi pembangunan wilayahnya. Sebagai apresiasi terhadap visi dan kebijakan daerah serta perkembangan program ekowisata yang sudah berjalan di Kapuas Hulu, Bupati Kapuas Hulu, A.M. Nasir, mendapat kehormatan menyampaikan ekspos Ekowisata di Wilayah HoB (Kapuas Hulu) pada side event APEC di Bali, 3 Oktober 2013 lalu. Ekowisata Kapuas Hulu dinilai merupakan salah satu bentuk kewirausahaan dan ekonomi kreatif oleh masyarakat adat dan masyarakat lokal berbasis pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian budaya setempat yang bisa menjadi pembelajaran bagi daerah lain di Indonesia.
Sementara Koordinator Program Pemberdayaan Masyarakat, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Anas Nashrullah, bahwa poin diskusi dalam dialog bersama ini pada intinya membahas bagaimana strategi mendapatkan atau menciptakan sumber-sumber ekonomi masyarakat dengan tetap melestarikan kawasan hutan. Atas dasar itu Tim WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat menyampaikan beberapa pengalaman tentang strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekonomi hijau, kemudian juga menyampaikan kerja-kerja kolaborasi bersama Pemda dan masyarakat untuk efektifitas pengelolaan kawasan konservasi, serta inisiatif-inisiatif masyarakat lokal tentang pengelolaan ekonomi berkelanjutan yang sudah diakui dalam kebijakan pemerintah.
“Dengan kondisi yang 75% dari Kabupaten Sigi adalah kawasan hutan, pilihan mendeklarasikan diri sebagai ‘Kabupaten Konservasi’ disarankan sebagai salah satu strategi untuk mendorong lahirnya kebijakan yang adil terhadap kabupaten-kabupaten yang selama ini sudah menjaga hutan. Maka dari itu, perlu membangun jaringan komunikasi antar kabupaten yang memiliki kesamaan pandang terhadap perlindungan kawasan hutan di wilayahnya,” kata Anas (G26).