Jakarta (Greeners) – Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam menyatakan tahun ini, Bali menjadi ‘wajah’ penting Indonesia di hadapan dunia. Sebab Bali menjadi lokasi berbagai pertemuan-pertemuan internasional. Percepatan penanganan sampah yang terintegrasi hulu ke hilir di Provinsi Bali harus dilakukan.
Beberapa helatan pertemuan internasional tersebut yakni, COP-4 Konvensi Minamata yang telah berakhir akhir pekan lalu. Sementara itu pertemuan yang akan datang yaitu Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) Mei 2022 dan KTT G20 pada November 2022.
Berbagai persiapan untuk menciptakan Bali Clean and Green Island harus terwujud. Termasuk memastikan rewarn pengelolaan sampah secara komprehensif terintegrasi dari hulu ke hilir.
Pada sektor hulu, sambung dia membutuhkan kolaborasi antara peran masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengelola sampah dari sumber. Pemilahan dan pengangkutan sampah secara terjadwal, penting sebagai rewarn pengelolaan sampah di hulu.
“Masyarakat sebagai penghasil sampah wajib melakukan pemilahan di sumber. Pemda harus bertanggung jawab mengumpulkan sampah secara terjadwal dan terpilah sejak dari sumber. Pemerintah harus hadir sejak di sumber,” katanya dalam Webinar Zero Waste Kolaborasi Pemerintah, Pebisnis, Pendidikan dan Pemerhati Sampah Menuju Bali Clean & Green Island, di Jakarta, Senin (28/3).
Menurut Medrilzam, kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah daerah ini ini tak hanya berlaku di Bali saja. Tapi, juga di seluruh pengelolaan sampah yang ada di Indonesia. “Selama ini, saya melihat peran pemerintah daerah hanya sebatas di TPS dan TPA saja, belum di sumber langsung,” ucapnya.
Selain itu, ia juga mendorong adanya pengelolaan sampah dengan mengupayakan revitalisasi peran pengelola sampah mulai dari TPS 3R, TPST dan bank sampah. “Ini harus dipastikan melalui langkah pendampingan dan pelatihan agar peran mereka bisa optimal,” imbuhnya.
Teknologi Pengelolaan Sampah Harus Menghasilkan Solusi
Sementara pada sektor hilir, ia mendorong pentingnya pemilihan teknologi pengelolaan sampah. Teknologi ini secara komprehensif mempertimbangkan berbagai aspek, di antaranya aspek fiskal pemerintah daerah dan kesesuaian karakteristik sampah dengan teknologinya.
“Pertimbangan dalam hal fiskal pemda. Termasuk di dalamnya keberlanjutan pengelolaan teknologi, kelembagaan dan teknis karakteristik sampahnya seperti apa harus dipastikan. Tidak asal, misalnya tiba-tiba langsung beli insinerator tanpa kajian,” ujar dia.
Lebih jauh, Medrilzam menyebut pentingnya restrukturisasi nominal retribusi sampah yang harus ada penyesuaian dengan biaya penanganan sampah. Hal ini sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah.
Pengumpulan retribusi sampah akan meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah daerah dalam mengelola sampah. Ia melihat, banyak retribusi di daerah, termasuk di Bali yang nominalnya jauh di bawah standar.
“Ini saya kira harus di-rewarn agar pemda bisa punya biaya untuk pengelolaan sampah. Jangan sampai sampah hanya bisa menjadi call center dan ujung-ujungnya menjadi beban bagi pembangunan, padahal membuang sampah itu harus mengeluarkan biaya,” katanya.
Selain itu, penegakan hukum yang ada harus berjalan konsisten agar persoalan sampah tak lagi masyarakat sepelekan.
Aturan untuk Mengatasi Persoalan Sampah di Bali
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali I Made Teja menyatakan, Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan beberapa peraturan untuk melindungi lingkungan di Bali. Misalnya, Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Lalu ada pula Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020 Tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai dan Laut.
Ia menyebut, potensi wisata di Bali yang mendatangkan wisatawan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada masyarakat dan Pemerintah Provinsi Bali. Akan tetapi, di sisi lain juga berdampak pada banyaknya jumlah sampah yang ada.
Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) DPD Bali Nusra Putu Ivan Yunatana menyebut, masih banyak masyarakat yang belum memiliki pemahaman terhadap sampah yang sebenarnya memiliki nilai ekonomi. Penanganan sampah tak sebatas infrastruktur saja, tapi bagaimana pemahaman dan perilaku masyarakat terhadap sampah harus menjadi prioritas.
“Pemahaman bahwa sampah merupakan sumber masalah itu adalah pemahaman yang salah. Karena kita di industri daur ulang sampah justru melihat adanya peluang besar di sini,” ujar dia.
Pemahaman masyarakat yang tepat terhadap sampah, melalui pemilahan yang tepat nantinya akan memudahkan pendaur ulang hingga mendatangkan nilai ekonomi. Misalnya bahan-bahan seperti gayung, ember yang rata-rata dari material daur ulang.
Ia menekankan, pentingnya kolaborasi dan edukasi dari pemerintah ke masyarakat, agar menyadari dan memahami peluang besar sampah. “Itu edukasi yang perlu dilakukan sejak dini,” ujar dia.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin