Jakarta (Greeners) – Pihak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) telah mengumumkan bahwa saat ini Indonesia sedang dilanda wabah penyakit difteri. Sebanyak kurang lebih 95 kabupaten/kota dari 20 provinsi telah melaporkan adanya kasus difteri di wilayah mereka. Pihak Kemenkes RI telah menetapkan status mewabahnya penyakit difteri di penghujung tahun 2017 ini sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Menanggapi kejadian ini, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenenterian Kesehatan Republik Indonesia, dr. H.M. Subuh, MPPM, menyatakan bahwa pihak Kemenkes RI telah berupaya untuk mengurangi penyebaran penularan penyakit difteri dengan melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi DPT (difteri, pertussis, tetanus)/DT/Td secara serempak. Subuh juga mengaku bahwa saat ini dirinya telah berupaya untuk berkoordinasi dengan para Kepala Dinas Kesehatan di tiap provinsi untuk melaksanakan ORI.
“Saat ini baru koordinasi dengan Dinas Kesehatan dari tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Tiga provinsi ini dipilih terlebih dahulu karena jumlah penduduk di tiga wilayah tersebut begitu tinggi,” papar Subuh ketika dihubungi oleh Greeners pada Kamis (07/12).
Subuh menjelaskan bahwa saat ini wilayah Jawa Timur sudah terlebih dahulu melaksanakan ORI mengingat tingginya kasus difteri yang ditemukan di wilayah tersebut. Ia mengimbau agar masyarakat menyadari pentingnya melakukan imunisasi DPT bagi anak-anak.
“Nantinya proses ORI akan dilaksanakan dalam tiga putaran mulai dari tanggal 11 Desember 2017, dan jarak antara pemberian imunisasi pertama dengan imunisasi kedua berkisar selama satu bulan. Untuk jarak antara pemberian imunisasi kedua dan ketiga adalah sekitar 6 bulan. Bagi yang memiliki anak kecil, pastikan status imunisasi putra-putrinya sudah lengkap supaya terhindar dari wabah difteri,” ujarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari situs resmi Kemenkes RI, Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan kasus difteri terbanyak se-Indonesia. Hingga bulan November 2017, sebanyak 271 kasus difteri telah ditemukan di Provinsi Jawa Timur, dan 11 di antaranya telah menelan korban jiwa. Provinsi Jawa Barat dan Banten menduduki peringkat kedua dan ketiga setelah Jawa Timur. Sebanyak kurang lebih 176 kasus difteri telah menerpa Provinsi Jawa Barat dan Banten. Mewabahnya difteri diduga disebabkan oleh adanya immunity gap di suatu daerah.
Sangat menular
Dilansir dari situs resmi Kemenkes RI, penyakit difteri merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman bernama Corynebacterium diptheriae. Difteri biasanya menyerang seseorang yang tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat. Kasus difteri biasanya ditemukan pada anak-anak.
Difteri merupakan penyakit yang bersifat sangat menular. Biasanya, penyakit ini ditandai dengan adanya demam yang disertai oleh adanya pseudomembran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah.
Selain itu, difteri juga menimbulkan gejala berupa sakit waktu menelan, pembesaran kelenjar getah bening leher, serta adanya pembengkakan jaringan lunak leher. Tak jarang gejala tersebut diiringi dengan sesak napas dan suara mendengkur. Jika dibiarkan, penyakit difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa kelumpuhan otot jantung bahkan kematian.
“Difteri memiki tingkat penularan yang sangat tinggi karena bakteri penyebab difteri dapat menyebar dengan mudah, sehingga penyakit ini patut diwaspadai. Bakteri penyebab difteri bahkan bisa menyebar melalui percikan ludah saat bersin atau batuk,” kata Subuh.
Guna mencegah terjangkit penyakit difteri, imunisasi menjadi langkah penting yang harus dilakukan. Dalam situsnya, Kemenkes memaparkan bahwa vaksin untuk imunisasi difteri terdiri dari 3 jenis, yaitu vaksin DPT, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda. Imunisasi difteri awalnya diberikan melalui imunisasi dasar pada bayi berusia di bawah 1 tahun, lalu setelahnya pada anak umur 18 bulan, dan pada anak sekolah tingkat dasar kelas-1, 2 dan kelas 5 Sekolah Dasar (SD).
Penulis: ARF/G42