Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang pada Minggu, 27 Oktober. Hal itu ia lakukan setelah pulang dari Retreat Kabinet Merah Putih di Akademi Militer Magelang. Kunjungan tersebut menjadi langkah awal baginya untuk menangani permasalahan sampah yang tak kunjung selesai di Jakarta.
Saat ini, volume sampah DKI Jakarta yang dikirim ke Bantargebang sangat besar, mencapai 7.500 hingga 8.000 ton setiap harinya. Hanif menekankan, penanganan sampah ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Butuh kolaborasi semua pihak dalam menangani masalah sampah.
“Pengelolaan sampah memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan sektor swasta, bukan hanya pemerintah,” ujar Hanif.
Dalam kunjungannya di TPST Bantargebang tersebut, ia juga memberikan penghargaan kepada pemulung yang berperan penting dalam memilah sampah. Ia menekankan pentingnya diskusi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Pemerintah pusat juga harus turun tangan dalam mengatasi masalah ini. Sesuai dengan perpres, ada 12 lokasi yang harus kita desain untuk penanganan yang lebih efektif,” ujarnya.
Hanif mengatakan, ia akan melaporkan situasi ini kepada presiden dan meminta dukungan dalam penanganan masalah sampah. Menurutnya, pihak-pihak yang mencari keuntungan di Jakarta juga harus berkontribusi dalam menangani sampah. Ia juga mendorong penggunaan bahan ramah lingkungan, seperti RDF (Refuse-Derived Fuel) dalam pengelolaan sampah.
BACA JUGA: DKI Pastikan Produk dari RDF TPST Bantargebang Berkualitas
“Ya, kita harus semangat. Kalau kita nggak punya semangat, ya sudah nggak usah lagi berpikir. Kalau kita nggak punya harapan, ini tidak akan selesai. Paling tidak, kita punya harapan, serta sedikit keberanian dan kewenangan (untuk menyelesaikan masalah sampah),” ungkapnya.
Pekan depan, Hanif berencana melakukan diskusi mendalam dengan semua pihak terkait, termasuk pemulung, dan akan segera memulai langkah-langkah konkret. Dengan semangat kolaborasi dan keberanian, ia berharap Jakarta dapat menjadi contoh dalam pengelolaan sampah yang lebih baik dan berkelanjutan bagi wilayah lainnya.
Soroti Impor Sampah
Selain itu, Hanif juga menyoroti kondisi Indonesia yang masih mengimpor sampah meskipun memiliki timbunan sampah yang besar. Indonesia masih menerima sampah terpilah dari negara-negara maju yang seharusnya menerapkan prinsip zero waste. Namun, kenyataannya, banyak sampah impor yang tidak terkelola dengan baik di negara asalnya.
Dengan komposisi sampah di Jakarta yang didominasi oleh plastik dan kertas, Hanif menyerukan agar impor sampah segera dihentikan dan fokus dialihkan pada pengelolaan sampah domestik yang lebih efektif. Ia menegaskan bahwa Indonesia, khususnya Jakarta, tidak boleh “dijajah” oleh masalah sampah dari luar negeri.
“Kita memiliki potensi sampah yang cukup besar. Daur ulang seharusnya menjadi solusi, bukan justru menambah sampah luar negeri ke negara kita,” ujarnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia