LONDON, 13 Februari 2017 – Studi terbaru terkait dengan sektor batubara di kawasan Uni Eropa menyebutkan bahwa target menurunkan gas emisi gas rumah kaca tidak dapat dipenuhi apabila setidaknya berkurang seperempat pembangkit listrik tenaga batubara dalam tiga tahun mendatang.
Para ilmuwan menegaskan bahwa pembakaran batubara merupakan penyebab utama pemanasan global dan polusi udara yang menimbulkan masalah kesehatan dan lainnya.
Laporan yang dibuat oleh Climate Analytics tersebut menyatakan bahwa 300 pembangkit listrik tenaga batubara di Uni Eropa perlu dihilangkan dan segera membatalkan rencana membangun pembangkit tenaga batubara yang baru pada 2030.
Berdasarkan aturan yang dicapai dalam perjanjian iklim pada Konferensi Paris tahun 2015 lalu, negara-negara sepakat untuk “mempertahankan temperatur di bawah 2°C dari level sebelum industri dan menjajaki upaya untuk bisa membatasi kenaikan suhu hingga 1.5°C di atas level sebelum industri.”
Pengurangan Tenaga Batubara
Climate Analytics mengatakan bahwa meskipun Uni Eropa telah mengurangi penggunaan batubara untuk pembangkit listrik sebesar 11 persen antara 2000-2014, hal ini masih belum cukup.
“Sementara peran batubara semakin menurun dalam bauran listrik Uni Eropa, pengurangan penggunaan batubara dengan lebih cepat diperlukan untuk menepati Perjanjian Paris yang selaras dengan bujet emisi untuk batubara dari sektor listrik,” laporan tersebut menjelaskan.
“Apabila pembangkit listrik tenaga batubara saat ini masih dilanjutkan, maka bujet emisi CO2 akan meningkat 85 persen pada tahun 2050.”
Laporan tersebut mengatakan adanya perbedaan signifikan antara anggota Uni Eropa dalam penggunaan batubara. Dua negara, yaitu Jerman dan Polandia, mencakup 51 persen dari total kapasitas pembangkit listrik tenaga batubara di seluruh Uni Eropa. Tambahan lagi, mereka berkontribusi terhadap 54 persen emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tersebut.
Sementara, negara lainnya seperti Finlandia, Inggris, dan Perancis, telah mengumumkan rencana untuk mengurangi penggunaan batubara dalam pembangkit listrik pada 10 hingga 15 tahun mendatang. Tapi, Polandia dan Yunani mengumumkan akan membangun pembangkit listrik tenaga batubara yang baru.
Climate Analytics mengatakan bahwa strategi cepat pengurangan batubara di Uni Eropa tidak hanya merepresentasikan kebutuhan tapi juga kesempatan saat mempertimbangkan tujuan kebijakan yang melampaui isu perubahan iklim.
“Ada banyak alternatif selain batubara dan pengembangan bahan bakar tersebut makin mendapatkan momentum, banyak yang memberikan keuntungan lebih dari pengurangan emisi, seperti udara bersih, ketahanan energi dan distribusi.”
Konsumsi batubara, secara global, mengalami kondisi statis atau menurun pada beberapa tahun belakangan, yaitu 1,8 persen pada tahun 2015. Penurunan tersebut merupakan terbesar yang dialami selama setengah abad belakangan.
Di Cina, penghasil dan konsumer terbesar batubara, konsumsi menurun untuk pertama kalinya dalam beberapa abad ini, yaitu 1,4 persen pada tahun 2015, sama halnya dengan penurunan yang terjadi pada tahun lalu.
Amerika Serikat, penyimpan cadangan batubara terbesar di dunia, telah secara drastis mengurangi konsumsi batubara, sebesar 13 persen pada tahun 2015. Namun, ini terjadi setelah adanya lonjakan permintaan batubara pada tahun-tahun sebelumnya.
Konsumsi Global
Menurut International Energy Agency, konsumsi batubara global meningkat hingga 70 persen pada rentang waktu 2000-2013. Konsumsi batubara untuk bahan bakar mencapai lebih dari 40 persen dari persediaan energi dunia di tahun 2013.
India dan negara lainnya di Asia Tenggara masih sibuk dengan pembangkit listrik tenaga batubara, sementara Jepang sudah mengumumkan rencana untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga batubara sebagai pengganti nuklir akibat bencana Fukushima pada tahun 2011.
Di bawah Presiden Trump, AS kini membuat janji untuk menghidupkan kembali industri batubara dengan mengubah atau mengganti peraturan yang membatasi penggunaan batubara pada pembangkit listrik. – Climate News Network