Jakarta ( Greeners) – Semakin meluasnya minat masyarakat terhadap tren batu akik di Provinsi Aceh ternyata menambah daftar tantangan yang dihadapi sumberdaya alam Aceh atas perusakan lingkungan hidup. Bahkan, bencana ekologi seperti banjir dan longsor yang terus terjadi hingga awal tahun 2015.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, mengatakan bahwa di Aceh dan beberapa daerah lainnya, tren batu akik dinilai menjadi salah satu sumber pendapatan baru bagi warga. Namun sayangnya, para warga lupa menghitung untung-rugi atau dampak lingkungan yang ditimbulkan pasca pengambilan bongkahan batu-batu sebagai bahan baku untuk diolah menjadi perhiasan.
“Tren batu akik kini menjadi ladang mata pencaharian baru bagi sebagian orang. Tapi mereka lupa, kilauan batu akik itu tak selalu berbanding lurus dengan fakta yang terjadi di daerah-daerah penambangan,” ujar Nur melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Senin (26/01).
Nur menerangkan, meski karakteristik penambangan batu akik masih menggunakan cara-cara tradisional, namun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai payung hukum yang memberikan perlindungan bagi keseimbangan ekosistem.
Menurutnya, jika dianggap terjadi kekosongan hukum dalam hal pertambangan jenis giok atau batu akik yang ada di Aceh, tentu akan membuat Aceh ‘kecolongan’ dari sektor pencegahan.
“Semua pihak sudah seharusnya paham bahwa bumi ini, tanah ini, butuh penjaga keseimbangan sebagai penyangga,” tegasnya.
Demi menjaga kekayaan sumberdaya alam Aceh, Nur mengingatkan agar semua pihak harus mengambil peran aktif dalam memberikan perlindungan dengan cara tidak ikut andil merusak lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.
Di lain pihak, Kementerian Keuangan berencana akan memperluas objek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 253/PMK.03/2008. Isinya tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pelaksana tugas (Plt) Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Mardiasmo saat dihubungi oleh Greeners mengungkapkan, sedikitnya akan ada delapan objek pungutan yang diubah batas pengenaan PPh yang diatur, dan batu akik masuk dalam kategori perhiasan yang akan dikenakan PPh pasal 22 dalam revisi PMK 253 yang akan segera diselesaikan oleh kementeriannya.
“Nantinya yang dikenakan itu (pajak), batu akik dengan harga di atas satu juta rupiah,” pungkasnya.
(G09)