Jakarta (Greeners) – Pakar lingkungan hidup dan ekonom Prof Emil Salim menolak penghargaan atas karyanya selama ini di bidang lingkungan hidup. Ia merasa tidak pantas karena menganggap perjuangannya belum berhasil.
Ketua Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal memberikan penghargaan Climate Hero Award kepada Prof Emil Salim dalam Indonesia Net Zero Summit 2023, baru-baru ini.
Menteri Lingkungan hidup zaman Orde Baru ini menghargai maksud penghargaan tersebut, namun merasa tidak patut menerimanya.
“Maaf bila saya pernah memimpin lingkungan hidup selaku menteri atau selaku NGO tapi gagal melaksanakannya. Saya rasa tidak patut menerima penghargaan ini,” katanya.
Pria berusia 93 tahun ini mengungkapkan, ia mendapat tugas dari Presiden Soeharto saat itu di konvensi Rio de Jeneiro tahun 1992. Ada dua konvensi waktu itu, convention on climate change dan convention on conservation. Mewakili presiden karena ada pemilihan umum di Indonesia, Emil pun menandatangani dua konvensi itu.
“Besar tanggung jawab yang saya rasakan, 30 tahun kemudian tahun 2022 laporan konvensi itu diumumkan dunia. Saya baca laporan itu semua pemerintahan di dunia gagal melaksanakan konvensi tersebut, termasuk Indonesia,” ucapnya.
Artinya cita-cita konvensi itu menyelamatkan alam, hutan Indonesia gagal. Kemudian di dalam kesepakatan perubahan iklim tercatat dunia gagal, Indonesia gagal dan iklim mengalami perubahan. Akibatnya ada kenaikan suhu satu setengah derajat Celcius di atas rata-rata masa revolusi industri abad ke-18.
Akibatnya muka laut naik, tanah turun, land subsidence, perubahan cuaca, hujan berkurang. Manusia pun harus mengatasi ancaman krisis air minum, dan pangan.
“Saya menghargai maksud saudara Dino. Tapi hati nurani berkata perjuangan mengatasi krisis lingkungan memerlukan gerak kita semua dengan semangat yang lebih baru dan yang telah kita alami kemarin,” tuturnya.
Emil pun meminta maaf, hal tersebut bukan persoalan menerima atau menolak, tapi persoalan hati nurani. “Semoga Tuhan melindungi tanah air kita,” tandasnya.
Selain kepada Emil, FPCI juga memberikan Climate Hero Award kepada Anggota DPR Komisi VII Mercy Barends dan Komunitas Adat Marena.
Cermin Kerendahan Hati Prof Emil Salim
Pengamat Lingkungan Hidup Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menilai, keputusan Prof Emil itu cermin kerendahan hati, dan kejujuran. Padahal kiprah Emil sejak dulu terutama di awal Orde Baru menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan berbagai peran lainnya luar biasa untuk menjaga, mengelola lingkungan hidup di Indonesia.
“Bahkan kontribusinya untuk dunia, berbagai kegiatan beliau dengan berbagai NGO dan sebagai menteri, pejabat banyak dan tidak diragukan lagi kiprahnya,” kata Mahawan kepada Greeners, di Jakarta, Selasa (27/6).
Jika pada kenyataannya lingkungan hidup Indonesia dan dunia memburuk, tanggung jawabnya bukan perorangan. Sehingga tidak bisa kita sebut, Prof Emil gagal membawa lingkungan hidup Indonesia lebih baik. Justru semua elemen bangsa harus belajar dan mencontoh sosok Emil Salim dengan berbagai prestasi yang luar biasa.
Terkait menemukan cara baru yang Emil sampaikan, berbagai pihak sudah seharusnya melanjutkan perjuangan Emil Salim. Yang pasti dengan cara baru dan tidak bisa lagi dengan cara lama berjuang untuk lingkungan.
Kebijakan Nasional Harus Sinkron
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad berpandangan senada. Sosok Emil Salim adalah pribadi yang rendah hati. Hanya sedikit mantan pejabat yang konsisten mendorong agenda perubahan dan perbaikan lingkungan.
“Indonesia memang sudah banyak berbuat banyak dalam mendorong pencapaian target iklim, tapi belum cukup,” ucapnya.
Jika cara mitigasi dan adaptasi perubahan iklim masih business as usual akan sulit mencapai penurunan emisi. Berbagai kebijakan nasional terkait iklim pun masih tidak sinkron.
Ia mendesak pemerintah konsisten menyelaraskan seluruh program pembangunan dengan aturan terkait lingkungan hidup dan komitmen penanganan perubahan iklim.
Penulis/Editor : Ari Rikin