Jakarta (Greeners) – Indonesia mendapat kesempatan untuk berbagi ilmu terkait implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Hal ini dikatakan oleh Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dr. Putera Prathama yang menerima kunjungan delegasi Tiongkok dari China Academy of Forestry (CaoF) yang dipimpin oleh Dr. Shaozi Chen (Dirjen CAoF).
Tiongkok, dikatakan oleh Putera, sangat antusias ingin belajar dan menimba pengalaman dari Indonesia dalam implementasi SVLK, baik pelaksanaan di lapangan maupun level kebijakan. Keseriusan Tiongkok untuk belajar SVLK dari Indonesia ditunjukkan dengan melakukan kunjungan dari tanggal 29 Januari hingga 4 Februari 2016 dan mengunjungi banyak pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah Indonesia, manajemen hutan rakyat dan industri kecil perkayuan bersertifikat, LSM, serta para pendukung SVLK (Uni Eropa dan Inggris).
“Kami senang ternyata benar SVLK diakui dunia. Kami siap berbagi pengetahuan dan pengalaman praktis dalam membangun dan melaksanakan SVLK,” ujar Putera di Jakarta, Senin (01/02).
Putera berharap Tiongkok tidak sekadar belajar pengembangan SVLK, namun juga menjalin kerjasama yang lebih erat dengan Indonesia untuk mempromosikan perdagangan kayu legal. Menurutnya, kerjasama dengan Tiongkok sangat penting karena negara tersebut adalah pasar terbesar produk kayu Indonesia.
Sejak tahun 2013, ketika SVLK mulai diimplementasikan dalam proses ekspor sampai dengan akhir tahun 2015, Tiongkok menyerap 25,66% atau 5,8 miliar dolar AS dari keseleuruhan nilai ekspor produk kayu Indonesia pada periode itu yang mencapai 22,9 miliar dolar AS.
Sementara itu, Shaozi Chen menjelaskan, pihaknya saat ini sedang mengembangkan sistem jaminan legalitas kayu. Bekerjasama dengan sejumlah negara dan organisasi internasional terkait, seperti Uni Eropa dan ITTO, sistem ini sudah memasuki tahap akhir.
“Kami ingin belajar bagaimana SVLK dikembangkan Indonesia dan akhirnya diterima secara global. Kami akan memastikan sistem yang dibangun mendapat dukungan dari kalangan industri di Tiongkok dan menjamin kayu ilegal tidak bisa masuk ke negara itu,” katanya.
Indonesia sendiri telah menetapkan wajib Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sesuai peraturan perundang-undangan dalam rangka memperbaiki tata kelola kehutanan dan memperbaiki reputasi produk perkayuan. Dalam konteks keberterimaan SVLK di pasar internasional, Indonesia dan Uni Eropa telah meratifikasi Perjanjian Kemitraan Sukarela (FLEGT-VPA) masing-masing melalui Perpres tanggal 13 Maret 2014 dan Parlemen Uni Eropa tanggal 27 Februari 2014.
Perjanjian dengan Uni Eropa ini diharapkan berujung dengan implementasi penuh FLEGT-VPA mulai April 2016 (FLEGT-Licenced Timber). Ini berarti Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang mempunyai perjanjian semacam ini dengan Uni Eropa beserta spektrum dampak politisnya. Implementasi penuh SVLK memiliki makna produk kayu Indonesia dapat masuk ke pasar Uni Eropa tanpa melalui pemeriksaan kepabeanan (uji tuntas/due diligence).
SVLK menganut tiga prinsip utama yaitu good governance (dalam rangka memperbaiki tata kelola yang baik), representativeness (keterwakilan dari para pihak) serta credibility (kredibilitas sistem yang dibangun).
Khusus untuk ekspor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengembangkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) sejak 1 Januari 2013, beroperasi secara online terkait penerbitan Dokumen V-Legal. SILK terhubung dengan sistem InaTrade di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag dan akan bermuara pada portal Indonesia National Single Window (INSW) di Kementerian Keuangan. Sistem ini memungkinkan pihak kepabeanan negara tujuan ekspor untuk memperoleh kepastian atau klarifikasi atas legalitas kayu dari Indonesia.
Keberterimaan SVLK di berbagai pasar produk kayu dunia telah menampakkan wujudnya. Uni Eropa akan segera menyetujui implementasi FLEGT-VPA yang berarti mengakui kredibilitas SVLK. Pemerintah Australia juga telah memberikan pengakuan terhadap SVLK ketika Country Specific Guidelines (CSG) untuk Indonesia ditandatangani pada November 2014. Ini berarti sepanjang produk kayu Indonesia telah bersertifikat SVLK, maka tidak akan melanggar ILPA.
Selain kunjungan Delegasi Tiongkok ini, SVLK juga telah menarik perhatian banyak negara sekitar kita. Setidaknya sejak beberapa tahun terakhir kunjungan studi banding dan tukar pengalaman telah dilakukan oleh delegasi dari Vietnam, Thailand, Myanmar, Laos dan Cile yang telah diterima oleh Pemerintah Indonesia.
Penulis: Danny Kosasih