Jakarta (Greeners) – Langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menindak pelaku TPS ilegal patut publik apresiasi. Pengamat Lingkungan dan Guru Besar Institut Teknologi Bandung Prof Enri Damanhuri menyatakan, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah menyebut, pelaku pengelolaan sampah yang tak tepat, ilegal akan dapat sanksi pidana maupun perdata.
Itu artinya, tak hanya menyasar pengelolaan sampah liar atau ilegal, tapi juga formal di bawah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pemerintah daerah setempat. “Bukan hanya yang liar, tapi yang formal di bawah pemda kena karena kasusnya bukan hanya pencemaran tanah, air badan sungai. Belum lagi kalau ada ancaman longsor,” katanya kepada Greeners, Senin (4/4).
Ia mencontohkan, adanya TPA Cipeucang di Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan pada tahun 2020 lalu membuat jebolnya penahan longsor. Akhirnya sampah masuk ke Sungai Cisadane. Akan tetapi, kejadian di TPA di bawah pemda setempat itu belum ada tindak lanjutnya.
Seharusnya, sambung dia tindak lanjut untuk kasus ini berada di bawah Pemerintah Kota Tangerang. “Itu artinya, jangan hanya pelaku saja yang dikenakan, tapi juga pemerintah daerah. Jangan sampai terjadi longsor dulu,” ujar dia.
Selain itu, Enri juga menyorot kewajiban pemerintah daerah dalam hal berkewajiban memfasilitasi TPA untuk masyarakat. “Kalau partisipasi masyarakat itu soal lain, yang pasti pemerintah daerah harus menyediakan fasilitas TPA ini dulu,” imbuhnya.
Enri mengapresiasi langkah KLHK dalam menindak tegas kasus sampah ilegal di Bekasi dan Tangerang. Ia juga berharap tindak tegas ini juga nantinya bisa KLHK implementasikan di wilayah lain.
Akan tetapi, ia pesimis langkah ini akan menuntaskan target Indonesia zero sampah pada 2030 nanti. Tanpa ada langkah lain dalam hal pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. “Sampah ini kan masalah yang kompleks, misalnya sampah plastik. Tanpa pengelolaan sampah secara tepat, target ini luar biasa sulit,” ucapnya.
Tetapkan Lima Tersangka
KLHK menetapkan lima tersangka dugaan pencemaran lingkungan dari tempat pembuangan sampah (TPS) ilegal di Kampung Buwek, Desa Sumber Jaya, Kabupaten Bekasi Jawa Barat dan Desa Kedaung Baru, Tangerang.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyatakan, untuk kasus di Kabupaten Bekasi, KLHK telah mengamankan dua tersangka berinisial ES (47) dan A (52). Keduanya, sambung Rasio terbukti melakukan tindakan pidana terkait pengelolaan sampah ilegal dan telah menahannya di Rutan Bareskrim Mabes Polri. Adapun jumlah sampah ilegal di lokasi ini perkiraannya mencapai 508.776 meter kubik.
“Sampah-sampah ini dibuang di bantaran Sungai Cikarang Bekasi Laut (CBL) dengan luasan lebih kurang 3,6 hektare,” kata Rasio dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini.
Tak hanya itu, tim Gakkum KLHK juga mengamankan sejumlah tersangka lain yang KLHK duga telah mencemari bantaran Sungai Cisadane. Pelaku mencemari sungai dengan membuang sampah yang terkontaminasi limbah bahan berbahaya beracun (B3).
“Berdasarkan bukti-bukti dan pemeriksaan saksi, penyidik Gakkum KLHK telah menetapkan T (43), MS (59), dan G (52) sebagai tersangka,” ucap Rasio.
Rasio menegaskan, penetapan sejumlah tersangka ini merupakan komitmen konkret dari upaya KLHK untuk mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
“Pengelolaan sampah ilegal tidak boleh dibiarkan. Jangan sampai terjadi seperti peristiwa meledak atau runtuhnya Tempat Pengolahan Akhir (TPA) di Leuwigajah Cimahi pada tahun 2005 yang telah menelan korban lebih dari 150 jiwa,” paparnya.
Pembuangan Sampah Ilegal Cemari Lingkungan dan Ancam Kesehatan Masyarakat
Menurut Rasio, pembuangan sampah ilegal yang ada di bantaran sungai tak hanya mencemari air, sungai dan tanah, tapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Selain itu juga merugikan negara karena harus memulihkan lahan-lahan tercemar.
“Apalagi saat hujan, tumpukan sampah ilegal ini dapat mengalami longsoran. Ini tentu berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan karena dapat masuk ke badan sungai,” imbuhnya.
Tindakan tegas ini, sambung Rasio Ridho akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik pengelola sampah, penanggung jawab dan pemerintah daerah untuk menghentikan aktivitas pengolahan atau pembuangan sampah ilegal.
Mengacu Pasal 98 dan atau Pasal 99 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penanggung jawab dan atau pelaku pengelolaan sampah ilegal terancam hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 15 miliar.
Masyarakat Adukan Pembuangan Sampah Ilegal
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Yazid Nurhuda mengungkapkan, khusus untuk TPA sampah ilegal di kabupaten Bekasi, sebelumnya KLHK telah menerima pengaduan dari masyarakat.
Setelah KLHK lakukan penyidikan, berita acara dan saksi diketahui bahwa tersangka A memiliki motif ekonomi yakni mengutip uang dari hasil pembuangan sampah ilegal. Yazid berkomitmen masih akan mendalami dan mengembangkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
“Dengan motif ekonomi tersebut, kami sudah meminta penyidik untuk terus mendalami penyidikan kasus ini. Penindakan kasus tidak berhenti pada tersangka ES maupun A. Menurut kami, masih ada pihak-pihak terlibat dan patut dimintai pertanggungjawaban,” kata Yazid.
Langkah Efektif untuk Capai Target Indonesia Bebas Sampah
Sementara itu, Direktur Penanganan Sampah Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK Novrizal Tahar mengungkapkan, upaya penegakan hukum terkait pengelolaan sampah adalah langkah penting.
Sesuai amanat presiden, Indonesia menargetkan Indonesia Bersih Sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30 % dan penanganan sampah sebesar 70 %.
Penetapan target tersebut melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
“Dalam rangka penegakan hukum ini pastinya akan memberikan efek jera yang sangat ampuh. Sehingga apa yang ditargetkan oleh Bapak Presiden terkait pengelolaan sampah 100 % tercapai di tahun 2025,” ucap Novrizal.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin