Jakarta (Greeners) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Soedali Sejahtera (PT SS) di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Perusahaan tersebut diwajibkan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 48 miliar sebagai sanksi atas pelanggarannya.
Gugatan Menteri LHK terhadap PT SS terdaftar di PN Surabaya pada 27 Desember 2023 dan Majelis Hakim memutuskannya pada 11 September 2024. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani mengapresiasi Majelis Hakim PN Surabaya yang telah menangani perkara PT SS.
Menurutnya, Majelis Hakim PN Surabaya mengedepankan pelindungan lingkungan dalam putusannya (in dubio pro natura) dan diterapkannya pertanggungjawaban mutlak (strict liability). Ia juga menekankan bahwa keputusan ini harus menjadi pembelajaran bagi setiap penanggung jawab usaha untuk tidak merusak lingkungan.
BACA JUGA: LSM Adukan Kerusakan Ribuan Terumbu Karang di Perairan Binor ke KLHK
“Tidak ada tempat di negeri ini bagi industri yang telah melakukan pelanggaran. Kami tidak akan berhenti menindak keras pelaku pencemaran terhadap lingkungan hidup yang menimbulkan keresahan masyarakat, bahkan telah berdampak luas,” tegas Rasio lewat keterangan tertulisnya, Rabu (18/9).
Kasus Pabrik Tekstil Berawal dari Gugatan Perdata
Gugatan ganti kerugian lingkungan yang KLHK ajukan terhadap pabrik tekstil PT SS ini bermula dari langkah gugatan perdata. Gugatan itu sebagai tindak lanjut penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan. Setelah upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak mencapai kesepakatan, KLHK mengajukan gugatan.
Gugatan ini menunjukkan komitmen KLHK untuk menerapkan prinsip ‘polluter pays principle’ terhadap penanggung jawab usaha. Dalam prinsip tersebut, pengusaha yang harus bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan dari kegiatan mereka.
BACA JUGA: Terumbu Karang yang Rusak di Raja Ampat Mencapai 18.882 Meter Persegi
Prinsip tersebut sesuai dengan Pasal 87 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu berbunyi ”Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan atau tindakan tertentu”.
“Pengabulan gugatan ini menunjukkan bahwa KLHK sudah tepat. Bahkan, semakin menunjukkan keseriusan KLHK dalam menindak pencemar dan perusak lingkungan,” kata Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Dodi Kurniawan.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia