Jakarta (Greeners) – Nelayan tradisional dan organisasi lingkungan hidup kembali mengajukan gugatan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau yang akrab disapa Ahok atas izin reklamasi Pulau F, Pulau I dan Pulau K. Tiga izin reklamasi tersebut dituding telah diterbitkan secara diam-diam tanpa diketahui oleh masyarakat. Izin Pulau F dan Pulau I telah terbit pada tanggal 22 Oktober 2015 dan Pulau K terbit pada tanggal 17 November 2015.
Iwan dari Komunitas Nelayan Tradisional Muara Angke menyayangkan terbitnya izin tanpa partisipasi publik ini. Menurutnya, hal ini menunjukkan keinginan Gubernur Ahok untuk memaksakan reklamasi di Teluk Jakarta. Padahal sangat jelas terjadi pelanggaran prosedur dan kewenangan yang berujung pada kerugian masyarakat pesisir, nelayan, dan lingkungan.
“Ini menunjukkan tidak adanya keterbukaan informasi kepada nelayan atas terbitnya tiga izin reklamasi baru tersebut. Padahal reklamasi yang terbit tersebut berada di wilayah tangkap nelayan tradisional yang telah di manfaatkan secara turun-temurun,” tuturnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Senin (25/01).
M. Taher dari Dewan Pimpinan Wilayah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPW-KNTI) Jakarta, menyatakan, terbitnya izin baru secara diam-diam sementara sengketa izin reklamasi Pulau G belum selesai membuat Gubernur Ahok berpotensi melanggar hak asasi nelayan tradisional.
“Ini menunjukkan tidak adanya keberpihakan dan perlindungan pemerintah provinsi DKI Jakarta kepada nelayan tradisional,” jelasnya.
Di sisi lain, Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPP-KNTI) Martin Hadiwinata, menyatakan, reklamasi yang telah dilakukan sendiri telah melanggar prinsip kehati-hatian. Adanya kematian ikan massal yang terjadi belum lama ini, katanya, karena kondisi Teluk Jakarta yang telah kritis.
Dalam menerbitkan tiga izin tersebut, Handika dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melihat Ahok telah salah dalam prosedurnya. Menurutnya, dasar pengelolaan penataan ruang pesisir adalah Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) yang hingga hari ini masih dalam pembahasan di legislatif.
“Seharusnya jika tidak ada dasarnya, Gubernur Ahok tidak dapat menerbitkan izin reklamasi sampai adanya dasar hukum penataan ruang di pesisir,” tegas Handika.
Secara hukum, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Muhnur Satyahaprabu, menyatakan, Gubernur Ahok tidak memiliki kewenangan dalam menerbitkan izin-izin reklamasi di Teluk Jakarta. Menurut Muhnur, Jakarta telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional yang berperan penting secara nasional sehingga pengelolaannya berada di tangan pemerintah pusat.
“Izin reklamasi tersebut tidak di lakukan karena kewenangannya berada di pemerintah pusat dalam hal ini adalah Menteri Kelautan dan Perikanan,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih