Jakarta (Greeners) – Temuan mamalia laut yang terjaring oleh nelayan di wilayah perairan Kubu Raya, Kecamatan Padang Tikar, Kalimantan Barat, dipastikan adalah jenis lumba-lumba tanpa sirip atau Finless Porpoise. Temuan ini semakin membuktikan bahwa perairan Kubu Raya adalah habitat penting bagi mamalia laut.
Temuan lumba-lumba tanpa sirip tersebut menambah daftar temuan mamalia laut di Kubu Raya setelah sebelumnya ditemukan pula mamalia laut seperti paus yang terdampar pada bulan Oktober lalu di Kecamatan Padang, Tikar, serta temuan pesut hasil survei WWF-Indonesia sejak tahun 2011.
Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono mengatakan bahwa temuan-temuan ini patut dibanggakan karena semakin menunjukkan bahwa Kubu Raya menjadi wilayah yang memiliki keragamaan spesies yang tinggi, mulai dari daratan sampai laut.
BACA JUGA: Pembangunan Indonesia Harus Memperhatikan Hak Asasi Satwa
Dari 88 jenis Cetacean (bahasa Latin untuk penamaan paus, lumba-lumba dan pesut), 34 di antaranya terdapat di Indonesia, dan 3 di antaranya bisa dijumpai di wilayah perairan Kabupaten Kubu Raya dengan komposisi jenis yang lengkap.
Sosialisasi dan penyadartahuan kepada masyarakat mengenai keberadaan mamalia laut ini, jelasnya, perlu dilakukan sebagai rencana aksi bersama mengingat hewan-hewan ini masuk ke dalam kategori hewan yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 tahun 2016 dan PP No. 7 tahun 1999.
“Masyarakat perlu menjaga dan melindungi habitat mamalia ini, sehingga habitat satwa tersebut bisa ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial,” ungkapnya melalui keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (10/11).
Manajer Program WWF-Indonesia Kalimantan Barat Albertus Tjiu mengatakan, tingginya keanekaragaman hayati di Kubu Raya memerlukan upaya konservasi yang komprehensif. WWF-Indonesia, sejak tahun 2015 telah mendeklarasikan wilayah penting yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi di Kubu Raya dengan sebutan Lansekap Kubu.
“Pengelolaan berbasis lansekap atau bentang alam adalah bagian dari strategi WWF-Indonesia untuk menciptakan efektivitas pengelolaan suatu wilayah,” tambahnya.
Terkait penemuan lumba-lumba tanpa sirip yang terjaring oleh nelayan di wilayah perairan Kubu Raya, Albertus menyatakan bahwa jenis lumba-lumba tersebut telah dibuktikan dengan hasil tes DNA yang dilakukan selama tujuh bulan terakhir oleh BKSDA Kalimantan Barat bersama WWF Indonesia dan Indonesian Biodiversity Research Centre Universitas Udayana.
“Hasil tes DNA terhadap jenis lumba-lumba tanpa sirip yang dijumpai di perairan Kubu Raya beberapa waktu lalu ini, sangat penting mengingat minimnya data terkait satwa ini di dunia,” jelasnya.
BACA JUGA: Indonesia Tidak Memiliki Data Pasti Keanekaragaman Hayati Laut
Lumba-lumba tanpa sirip termasuk ke dalam kelompok Cetacean paling kecil, umumnya berukuran kurang dari dua meter. Mamalia laut lain yang termasuk ke dalam golongan Cetacean adalah paus, lumba-lumba dan pesut.
Porpoise, terangnya, berbeda dengan Cetacean lainnya, ia merupakan hewan pemalu dan bukan hewan akrobatik, sehingga jarang terlihat di permukaan, kecuali saat ia ingin bernapas. Sedangkan lumba-lumba secara umum sangat interaktif, senang melompat tinggi sehingga sering terlihat dekat dengan nelayan dan bisa dilakukan pengamatan.
Hal ini menyebabkan penelitian Porpoise menjadi sulit dilakukan karena minimnya perjumpaan dengan satwa jenis ini di lokasi perairan lain di dunia. Di Indonesia sendiri belum pernah dilakukan penelitian khusus terhadap spesies ini.
“Bagi kami, penemuan spesies ini di wilayah Kubu Raya menambah informasi penting tentang keberadaan dan sebaran spesies lumba-lumba tanpa sirip di Indonesia. Keberadaan mamalia ini nantinya juga akan disampaikan pada acara The 2nd Southeast Asian Marine Mammal Stranding Network Symposium – Workshop – Training,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih