Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan kenaikan nilai indeks kualitas udara (IKU) sebesar 0,1 poin tahun 2022. Target ini meningkat dari tahun 2021. Namun pemerintah perlu lebih ambisius meningkatkan indeks kualitas udara dan memasukkan beragam parameter.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mendorong agar pemerintah menaikkan target IKU lebih ambisius. IKU harus mengacu pada pendekatan holistik, komprehensif dan relevan dengan riset dan keilmuan terkini. Hal ini penting untuk mengukur keberhasilan dan cara pengendalian polusi udara di suatu daerah.
Selama ini IKU hanya mengukur dua parameter, yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen dioksida (NO2). Padahal, sambungnya polusi udara harus bersandingan dengan data indeks standar pencemaran udara (ISPU). Parameter lainnya jumlah hari udara sehat dan tidak sehat yang masyarakat hirup. Selain itu juga baku mutu udara ambien (BMUA), untuk mengukur parameter status udara tercemar.
Bondan mencontohkan, berdasarkan studi inventarisasi emisi yang Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta lakukan tahun 2020 mendapati, sumber polusi udara di Jakarta adalah sektor transportasi, terutama untuk polutan Nitrogen oksida (NOx) (72.40 %), Karbon monoksida (CO) (96.36 %), PM10 (57.99 %) dan PM2.5 (67.03 %).
Sementara sektor industri pengolahan menjadi sumber polusi terbesar untuk polutan SO2 (61.96 %), dan merupakan kontributor terbesar kedua untuk NOx (11.4.9 %), PM10 (33.9 %) dan PM2.5 (26.81 %).
“Artinya, akar IKU seharusnya mampu mengukur polutan udara yang signifikan dan berbahaya untuk manusia. Jadi tidak hanya NO2 dan SO2, tapi PM2.5 dan Ozon (O3). Ini seolah mengabaikan polutan yang sering kali melebihi baku mutu,” kata Bondan kepada Greeners, di Jakarta, Kamis (6/1).
Covid-19 Tak Menjamin Penurunan Emisi Kendaraan
Peningkatan skor IKU tak lepas dari tren penurunan emisi imbas kondisi pandemi Covid-19. Pandemi membatasi mobilitas manusia dua tahun belakangan. Bondan tak menampik hal itu. Namun, ia menyoroti ada banyak faktor yang memengaruhi kualitas udara. Kondisi pandemi Covid-19 bukan jaminan tren penurunan emisi dibanding faktor lainnya.
“Misalnya, kami temukan pada bulan Juli 2021 saat PPKM darurat di DKI Jakarta justru PM2.5 meningkat signifikan karena jumlah curah hujan yang kecil dan jumlah hari hujan sedikit. Ini memungkinkan terjadinya pencucian polutan,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro menyatakan, capaian IKU relatif lebih bagus jika KLHK bandingkan indeks lainnya. Meski demikian, perbaikan juga terus KLHK lakukan untuk memastikan peningkatan IKU di tahun 2022.
IKU pada tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 0,02 poin dari 87,21 pada tahun 2020 menjadi 87,23 poin pada 2021. Nilai ini melampaui target IKU, yakni 84.20 poin.
IKU merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai pencemaran udara dan memperlihatkan seberapa buruk kualitas udara di suatu daerah. IKU juga menjadi salah satu indikator yang ada dalam indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH).
“Upaya yang akan KLHK lakukan adalah pembinaan terhadap wilayah perkotaan untuk memberlakukan kewajiban uji emisi bagi kendaraan umum dan pribadi,” kata Sigit kepada Greeners.
Sektor Transportasi Sumber Pencemaran Utama di Perkotaan
Sektor transportasi, sambung Sigit masih berkontribusi besar sebagai sumber pencemaran utama di wilayah perkotaan. Emisi kendaraan bermotor berkontribusi sebesar 70 % pencemaran Nitrogen oksida (NOx), Karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2) dan Partikulat (PM) di wilayah perkotaan. Uji emisi merupakan pengujian pada kendaraan bermotor guna meminimalisasi gas rumah kaca dan udara berbahaya yang mesin kendaraan bermotor hasilkan.
Selama ini, belum semua daerah perkotaan di Indonesia menerapkan uji emisi kendaraan bermotor. Pasalnya, belum semua daerah memiliki regulasi uji emisi. “DKI Jakarta relatif lebih siap. Regulasi sudah ada dan tempat uji emisi sudah banyak,” ucap Sigit.
Selain memastikan kewajiban uji emisi, perbaikan IKU juga perlu dukungan lewat kampanye safety dan eco driving. Kampanye penanaman pohon yang dapat menyerap polutan udara di ruang terbuka hijau perkotaan juga menjadi poin penting.
Daerah Harus Pasang Target Kualitas Udara dalam Pembangunan Daerah
Sebagai informasi, mulai tahun 2021, pemerintah provinsi/kabupaten/kota harus menetapkan target indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) dan memasukkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah.
“Kalau untuk saat ini, dari 514 kabupaten kota di Indonesia hanya 50 yang belum memasukkan target. Sedangkan provinsi sudah memasukkan. Kami melakukan evaluasi pada setiap rapat kerja teknis,” imbuhnya.
Dalam catatan KLHK, ada sejumlah indeks lain yang meningkat selain kualitas udara tahun 2021. Indeks lainnya yakni nilai indeks kualitas air laut (IKAL) yang melebihi target yaitu dari 68,94 menjadi 81,03. Indeks kualitas lahan (IKL) juga meningkat mencapai 59,72 dari yang semula 59,54. Nilai indeks kualitas ekosistem gambut (IKEG) tahun 2021 yaitu 68,00 melebihi target yaitu 66,30 dengan kenaikan 2,3 poin dari tahun 2020. Sementara itu, indeks kualitas tutupan lahan (IKTL) dan indeks kualitas air di tahun 2021 menurun.
Penulis : Ramadani Wahyu