Magelang (Greeners) – Penataan, pengembangan infrastruktur, dan pengelolaan kawasan Candi Borobudur sebagai situs budaya warisan dunia semestinya merujuk pada tatanan. Hal itu ditekankan agar tidak mengubah dan merusak keberadaan kawasan cagar budaya.
Borobudur memiliki nilai istimewa dan masuk sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dengan pelaksana tata ruang oleh pemerintah. Pembangunan kawasan juga harus mempertahankan nilai warisan budaya.
Ketua Manajemen Proyek Pusat Unit Pengembangan Destinasi Wisata Prioritas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Taufik Widjoyono mengharapkan keaslian dan nilai warisan budaya dari Candi Borobudur serta situs lain di wilayah setempat tidak hilang.
Selanjutnya, Kementerian PUPR siap menyusun perencanaan komprehensif (masterplan) mengenai pengembangan pariwisata terpadu untuk kawasan Borobudur, Magelang, Yogyakarta, serta Prambanan, Sleman dan Klaten dengan anggaran Rp 1,1 triliun di tahun ini.
“Masterplan harus disertai dengan prinsip-prinsip Borobudur sebagai heritage. Karena jangka waktu penggunaan bisa sampai tahun 2045,” ucap Taufik dalam Lokakarya Pengenalan Umum Mengenai Konvensi Warisan Dunia di Magelang yang dihadiri UNESCO, Rabu, (4/3/2020).
Apabila persepsi bersama tentang Borobudur sebagai situs warisan dunia terbangun dengan baik, Kementerian PUPR segera mendorong peningkatan infrastruktur jalan sekitar candi, perbaikan sanitasi masyarakat, hingga optimalisasi penyediaan air bersih.
“Pemerintah daerah semestinya juga ikut menyebarkan informasi (bahwa) kawasan Borobudur sebagai cagar budaya, jangan sampai merusak lingkungan. Keaslian dan keutuhan lingkungan tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Taufik.
Pengelolaan Sampah Berstandar Internasional
Sebagai satu dari lima destinasi superpriotas, manajemen persampahan di Candi Borobudur juga disiapkan untuk mendukung pariwisata berkelanjutan. Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menuturkan pengelolaan akan berstandar internasional. Hal tersebut juga berlaku untuk empat destinasi lain seperti Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang. Implementasi akan dilakukan melalui pendampingan secara intens dengan pemerintah daerah, peningkatan kapasitas pengelolaan sampah mulai dari edukasi hingga menyusun perencanaan sarana dan prasarana.
“Kelima destinasi itu kita dorong untuk melakukan kebijakan pembatasan plastik sekali pakai, Untuk sedotan, peralatan makanan, styrofoam, dan kantong plastik sekali pakai. Kemudian kita dorong untuk menyiapkan Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada) dan neraca pengelolaan sampah yang valid, mendorong peningkatan recycling center, dan mengubah dari landfill menjadi sanitary landfill,” ujar Novrizal, Senin, (02/03/2020).
Tantangan Pengelolaan Candi
Moe Chiba, Kepala Unit Budaya UNESCO di Jakarta, menyampaikan bahwa pemahaman terhadap warisan dunia antara lain mengenai sejarah, nilai universal Borobudur, nilai keaslian, juga nilai keutuhannya.
Sementara, Peneliti Balai Konservasi Borobudur, Yenny Supandi mengatakan, banyak bangunan baru telah dibangun di atas area danau purba kawasan Candi Borobudur. Pengembangan pada sub-kawasan pelestarian lingkungan Kawasan Strategis Pelestarian Nasional tersebut dilakukan selama kurun waktu 5 tahun dari 2014 hingga 2019.
Menurut Yenny, fakta tersebut merupakan tantangan tersendiri dalam mengelola kawasan Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia. Pasalnya, di dalam kawasan danau purba seluas 1.344 hektar kini tercatat ada 1.459 unit bangunan yang melanggar Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya.
Sebanyak 1.361 bangunan melanggar karena bentuknya terlalu modern dan warna atapnya terlalu mencolok. Akibatnya, menutup gambaran dari konsep kosmologi yang diterapkan pada struktur bangunan dan penentuan lanskap Candi Borobudur.
Sisanya, terdapat bangunan komersil hotel, restoran, dan penginapan yang dibangun di area yang semestinya menjadi ruang hijau. “Tercatat ada 98 bangunan komersil (yang melanggar),” ujar Yenny.
Ia menuturkan bekas danau purba itu semestinya hanya diperbolehkan menjadi lahan pertanian dan jalan inspeksi agar tetap meninggalkan jejak dan rekam sejarah tentang Candi Borobudur. Ke depan, penanganan mengenai bangunan yang melanggar juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah.
Penulis: Pamuji Tri Nastiti dan Dewi Purningsih