Jakarta (Greeners) – Pemerintah terus menggalakkan target pengurangan sampah plastik melalui kebijakan pelarangan kantong plastik sekali pakai. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebanyak 22 kabupaten dan kota telah menerapkan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. Namun, kebijakan tersebut masih menemui sejumlah tantangan ketika diterapkan di masyarakat.
Kota Banjarmasin, misalnya, menjadi salah satu pelopor kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 18 Tahun 2016. Menurut Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, penolakan dari warga terus datang di awal pemberlakuan peraturan. Sejumlah ritel memprotes penurunan omset karena tidak menyediakan kantong plastik, ada pula konsumen yang kesal lantaran tak diberikan kantong plastik dan tak jadi berbelanja. Tantangan lain, kata dia, yakni mengubah kebiasaan warga untuk membawa tas belanja.
Baca juga: KKP Tetapkan Prioritas Konservasi bagi Biota Laut yang Terancam Punah
“Respons pedagang terutama toko-toko modern takut jika nanti tidak memberi kantong plastik pembeli tidak mau berbelanja di toko mereka dan pindah ke toko lain,” ujar Ibnu pada acara webinar bertajuk “Upaya Kota di Indonesia Mengurangi Sampah Kantong Plastik Sekali Pakai”, Kamis (16/06/2020).
Ia menuturkan masih ditemukan masyarakat yang kerepotan dan lupa jika harus membawa kantong belanja sendiri. Di samping itu, harga kantong plastik cukup murah sehingga tidak perlu membawa kantong plastik dari rumah.
Peraturan serupa kemudian diadopsi oleh wilayah lain seperti di Balikpapan, Kota Bogor, Kota Bandung, Cimahi, serta DKI Jakarta yang mulai 1 Juli lalu menerapkan kewajiban penggunaan kantong ramah lingkungan.
Sementara di Provinsi Bali, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja juga menyampaikan tantangan yang dialami oleh daerahnya. Faktor internal dan eksternal adalah dua hal yang memengaruhi penerapan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai.
Untuk faktor internal, kata Made, pengelolaan sampah plastik masih belum menjadi prioritas utama di kabupaten dan kota. Hal tersebut menyebabkan keputusan dan realisasi anggaran belum maksimal. Sedangkan di aspek eksternal, produsen plastik maupun asosiasi daur ulang melayangkan gugatan atas kebijakan pemerintah daerah Bali itu. Namun, tuntutan dimenangkan oleh pemerintah daerah karena telah sesuai dengan undang-undang dan mendapat dukungan dari pemerintah pusat.
“Sebelumnya pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Agung oleh Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI). Namun, MA memutuskan bahwa Peraturan Gubernur Bali mengenai pembatasan plastik sekali pakai itu tidak menyalahi ketentuan perundangan dan dapat diberlakukan,” ujar Made.
Baca juga: Kecoak Laut Raksasa Pertama Ditemukan di Laut Dalam Indonesia
Adapun Provinsi DKI Jakarta yang belum genap satu bulan menerapkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Ramah Lingkungan di Pusat Perbelanjaan juga mengalami sejumlah tantangan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menuturkan tantangan berada pada kebiasaan masyarakat saat berbelanja daring. Plastik pembungkus paket kerap lebih banyak dibanding produk utamanya.
“Kalau dulu kita nyaman dan senang belanja di mall dan toko swalayan, saat ini sudah bergeser. Ada kenaikan yang signifikan pada saat berbelanja online. Selain itu, untuk delivery makanan dan minuman yang menggunakan kantong kresek juga menyertai di setiap orderan,” ujarnya.
Diperlukan waktu untuk mengubah perilaku masyarakat dan pelaku usaha dalam penggunaan kantong belanja. Kolaborasi antara pasar rakyat dengan pedagang juga perlu dikoordinasikan lebih intensif agar menerapkan peraturan secara optimal.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani