Jakarta (Greeners) – Pemerintah daerah (pemda) tidak boleh mengabaikan pengelolaan sampah di daerahnya. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan hal itu.
Kewajiban tersebut telah Pasal 20 ayat 2 Undang-undang dalam UU Pengelolaan Sampah atur. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib di antaranya menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap, memfasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan, serta memfasilitasi kegiatan guna ulang dan mendaur ulang.
Akan tetapi, peraturan tersebut kontradiktif dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Kebijakan tersebut menyebut bahwa pengelolaan sampah merupakan kewenangan konkuren wajib tapi bukan pelayanan dasar. Kategori pelayanan dasar di antaranya, pendidikan, kesehatan, serta perlindungan masyarakat. Sementara sampah belum menjadi prioritas pelayanan dasar.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, kebijakan Undang-Undang Pemerintah Daerah tersebut tak serta merta menghapus kewajiban pemda dalam mengelola sampah. Sebagai pemegang izin dan lokasi sampah di daerahnya masing-masing, otomatis tanggung jawab tersebut melekat di dalamnya. Keseriusan pengelolaan sampah harus diwujudkan melalui inisiatif penerbitan aturan turunan dan optimalisasi pengimplementasiannya.
“Tinggal pemerintah daerahnya niat atau tidak. Sampah menggunung di daerah, siapa lagi yang mengurus selain pemda. Mereka juga seharusnya membuat peraturan gubernur, kabupaten/kota. Tinggal intinya kebijakan itu dijalankan atau sekadar dibuat saja,” katanya kepada Greeners, Senin (25/4).
Tantangan Alokasi Anggaran Pengelolaan Sampah
Tantangan lain dalam pengelolaan sampah, khususnya level kabupaten/ kota yaitu terkait dengan kapasitas fiskal berupa anggaran. Adapun rata-rata anggaran pemda untuk hal tersebut sebesar 0,07 % dari total anggaran APBD.
Agus menilai dalam hal ini kreativitas pemda untuk mendapatkan berbagai sumber pendapatan harus mereka optimalkan. Misalnya, melalui pelibatan pihak LSM, komunitas hingga swasta berupa program CSR perusahaan dalam pengelolaan sampah.
Selain itu, pemda juga harus kreatif dan mengambil peluang, misalnya berupa pemberian insentif pengelolaan sampah dari pemerintah pusat. Pemberian insentif berpatokan pada peningkatan kinerja masing-masing daerah. “Kebanyakan penanganan sampah selama ini masih banyak dilakukan secara swadaya masyarakat. Pemda harus aktif dan kreatif di sini,” imbuhnya.
KLHK Ungkap Indeks Kelola Sampah Daerah Rendah
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap bahwa masih banyak daerah di Indonesia dengan indeks kinerja pengelolaan sampah (IKPS) tahun 2020 rendah. Adapun target rata-rata 61 poin untuk IKPS atau dalam kategori sedang. Namun pencapaiannya pada 2020 adalah 49,44 poin atau kurang.
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menyebut, masih banyak daerah yang belum melihat pengelolaan sampah sebagai pelayanan dasar prioritas. Terdapat target rata-rata 61 poin untuk IKPS atau dalam kategori sedang. Namun pencapaiannya pada 2020 adalah 49,44 poin atau kurang.
“Yang sangat baik itu nol persen, belum ada daerah yang mencapai sangat baik. Kemudian yang baik itu delapan kota, sembilan persen. Ada mencapai sedang, mencapai 61 poin, itu ada 10 persen,” katanya dalam capaian Refleksi Akhir Tahun 2021 beberapa waktu lalu.
Terkait masih banyaknya daerah yang masuk dalam kategori kurang dan sangat kurang, Vivien menjelaskan, kewenangan pengelolaan sampah di dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah masuk dalam kewenangan konkuren wajib tapi bukan pelayanan dasar. “Karena bukan pelayanan dasar maka yang pelayanan dasarlah yang menjadi prioritas,” ujar Vivien.
Pengelolaan Sampah Terkait dengan Sektor Pelayanan Dasar Lainnya
Sementara itu, Direktur SUPD II Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Iwan Kurniawan menyatakan, baik kebijakan UU Nomor 23 maupun UU Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan hal yang sama.
Kedua UU itu terkait kewajiban pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. Hanya saja, di dalam UU Nomor 23 secara detail aturannya, bahwa pengelolaan sampah masuk dalam urusan konkuren wajib bukan pelayanan dasar. “Artinya memang sinkron dua aturan itu, bahwa pemerintah daerah diberikan peran dalam pengelolaan sampah sesuai kewenangannya,” ujar dia.
Pengelolaan sampah belum masuk dalam pelayanan dasar karena bukan merupakan kebutuhan krusial yang sifatnya berdampak langsung pada masyarakat.
“Artinya jika sampahnya tidak dikelola dengan baik maka imbasnya berbeda dengan misalnya sektor kesehatan yang berdampak langsung, misalnya mengancam kematian,” paparnya.
Kendati demikian, Kemendagri mendorong agar pemerintah daerah mengelola sampah di masing-masing wilayah kerjanya dengan baik. Khusus untuk pemda dengan anggaran minim, sambung Iwan meminta agar pemda lebih kreatif dengan melakukan kerja sama ke berbagai pihak.
Misalnya dengan pihak swasta dan komunitas. “Kita tak bisa memaksa beberapa daerah yang memang memiliki anggaran sedikit. Tapi kita dorong mereka untuk lebih kreatif dalam komitmennya menangani sampah,” kata dia.
Retribusi Penanganan Sampah Perlu Ideal
Kemendagri juga mendorong pemda untuk memanfaatkan retribusi persampahan dalam pengelolaan persampahan di daerah. Ini mengacu pada Permendagri Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Perhitungan (Tarif) Retribusi dalam Penyelenggaraan (Penanganan) Sampah.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni menjelaskan, penarikan retribusi penting untuk mengakomodir perhitungan kebutuhan biaya ideal penanganan sampah di daerah.
“Penganggaran juga bisa dianggarkan di sumber pendapatan yang sah dalam APBD. Sehingga dari sisi penganggaran ini sudah dibuka ruang agar penanganan sampah bisa lebih baik lagi,” katanya dalam keterangan tertulisnya.
Lebih jauh ia menyebut, bahwa daerah kini bisa mengalokasikan penganggaran, baik bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun dari pendapatan daerah itu sendiri.
Ia juga mengajak seluruh pemda untuk kreatif dan inovatif dalam mengelola sampah di wilayahnya masing-masing. Pemda dapat bergerak serta membuat komitmen mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaannya di lapangan.
Fatoni meminta berbagai pihak agar menunjukkan kapasitas memadai dalam mengelola lingkungan, utamanya sampah. Pengelolaan sampah bisa kita lakukan dengan berbagai cara, mulai dari masyarakat kelola sendiri, hingga pemda yang kelola melalui kerja sama badan usaha.
“Jadi kita bisa menggunakan kerja sama dengan badan usaha, kerja sama pemerintah dengan badan usaha Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” imbuhnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin