Jakarta (Greeners) – Langkah LSM Ecoton dalam menuntut pertanggungjawaban Amerika Serikat (AS) karena telah membuang sampah ilegal ke Indonesia mendapatkan respon dari Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Dalam keterangan resmi yang diberikan via surat elektroknik (e-mail), Juru Bicara Kedubes AS menyampaikan kekecewaannya karena diketahui bahwa beberapa kontainer yang dikirimkan AS terkontaminasi sampah domestik.
Email tersebut berisikan, “Setelah mempelajari masalah ini, kami kecewa mengetahui bahwa beberapa kontainer yang tiba di Indonesia berisikan scrap daur ulang terkontaminasi oleh sampah. Kami menghormati hak Pemerintah Indonesia untuk menegakkan peraturan hukum lingkungan dan impor. Kami pun mengharapkan semua perusahaan Amerika Serikat untuk mematuhi peraturan lokal dan nasional dan pedoman industri.”
“Banyak perusahaan Indonesia yang mengandalkan impor scrap berkualitas tinggi untuk menjaga bisnis mereka tumbuh dan memperluas peluang kerja bagi orang Indonesia. Menggunakan bahan daur ulang berarti Indonesia tidak perlu untuk menebang banyak pohon dan mengekstraksi lebih banyak minyak. Diharapkan jangan sampai perilaku ilegal beberapa perusahaan ini menghilangkan peluang yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan manufaktur berdasarkan komoditas daur ulang.”
BACA JUGA : Aksi Ecoton Menuntut Amerika Serikat Hentikan Kirim Sampah Ilegal
Menanggapi respon tersebut, Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi, mengatakan jika Amerika Serikat ingin membantu daur ulang, seharusnya dengan cara baik-baik, bukan dengan menyelundupkan sampah rumah tangga ke dalam scrap daur ulang secara ilegal.
Lanjutnya, Pemerintah AS melanggar regulasi Indonesia Permendag 31/2016 dan UU Pengelolaan Sampah No 18/2008. Terbukti Indonesia telah mere-ekspor sampah-sampah tersebut.
“Kita harus pahami kalau Indonesia melarang import sampah plastik (domestic plastic waste, sampah dari sanitary landfill). Boleh saja AS ekspor plastik tapi dalam bentuk reja-reja atau scrap plastik dalam bentuk limbah atau sisa produksi sehingga jenis sampah plastiknya telah terpilah sesuai jenis PET, PP, PE dan PETE,” ujar Prigi saat dihubungi Greeners pada Kamis, (25/07/2019).
Sementara itu, negara berkembang lainnya, yang juga menjadi korban pengiriman sampah ilegal, telah melakukan re-ekspor dan menyatakan kecamannya terhadap negara-negara maju tersebut termasuk Amerika Serikat .
BACA JUGA : Indonesia Lanjut Re-ekspor 49 Kontainer Sampah Ilegal ke Negara Maju
Seperti Kamboja, pada 17 Juli 2019 telah mengembalikan 1.600 ton sampah yang terkontaminasi ke AS dan Kanada setelah ditemukan di 83 kontainer di Pelabuhan Negara Sihanoukville, dilansir dari CNN.
“Kamboja bukan tempat sampah di mana negara-negara asing dapat membuang limbah elektronik yang sudah ketinggalan zaman, dan pemerintah juga menentang setiap impor limbah plastik dan pelumas yang akan didaur ulang di negara ini,” kata Neth Pheaktra, sekretaris negara dan juru bicara Kementerian Lingkungan Hidup, kepada CNN.
Pengembalian dan kecaman ini juga dilakukan oleh negara Malaysia, dilansir dari Voaindonesia, Yeo Bee Yin, Menteri Energi, Teknologi, Ilmu Pengetahuan, Lingkungan dan Perubahan Iklim Malaysia mengatakan bertekad untuk menindak sejumlah fasilitas daur ulang dan aktivitas impor ilegal, dan menyebut mereka yang terlibat dalam impor sampah itu sebagai ‘pengkhianat.’
“Ini tidak adil dan tidak manusiawi, Kami akan kembalikan sampah-sampah itu ke negara asalnya tanpa ampun. Malaysia tidak akan menjadi TPA bagi dunia. Kita tidak bisa di-bully oleh negara-negara maju!,” tegas Yeo Bee Yin.
Penulis: Dewi Purningsih