Jakarta (Greeners) – Pengelolaan taman nasional laut perlu didukung sumber daya manusia yang profesional sehingga bisa menjadi pionir bagi berkembangnya wisata selam di tanah air. Hal ini diutarakan oleh Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Usaha Wisata Selam Indonesia (AUWSI) Kiki Murdyatmoko.
Kiki menyatakan bahwa kawasan taman nasional laut sesungguhnya memiliki titik-titik penyelaman yang potensial. Namun, peminat wisata selam kerap kesulitan untuk berkunjung karena ketiadaan pusat kegiatan selam (dive center).
“Di sinilah peran pengelola taman nasional sangat kami harapkan. Selain bisa memandu kegiatan selam agar tetap aman, kami juga berharap taman nasional membantu menyediakan peralatan selam yang berfungsi baik,” katanya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (15/10).
Minat wisata selam saat ini terus meningkat. Di Jakarta saja, terang Kiki, setidaknya 200 orang setiap bulannya mengikuti sertifikasi selam untuk kelas pemula maupun naik ke tingkat lanjut. Peminat wisata selam memiliki kecenderungan untuk terus mencari titik penyelaman baru terutama di taman nasional karena terkenal akan keindahannya.
Tercatat ada 7 taman nasional laut di Indonesia. Ketujuh taman nasional laut ini adalah Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Wakatobi, Bunaken, Togean, Taka Bonerate dan Komodo. Sementara taman nasional yang memiliki perairan laut adalah Bali Barat, Ujung Kulon, dan Teluk Cendrawasih.
“Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kunjungan ke sepuluh taman nasional tersebut mencapai 322.477 orang. Sementara total kunjungan ke 50 taman nasional yang ada di Indonesia mencapai 2,4 juta orang,” ujarnya.
Kiki menyatakan, berkembangnya wisata selam nantinya bisa berdampak pada bergeraknya ekonomi lokal, misalnya untuk jasa sewa kapal atau katering. Bahkan negara pun juga bisa memperoleh penerimaan dari tiket yang dibayar para wisatawan selam.
Kepala Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Wahyu Rudianto, menyatakan, dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil dan profesional untuk mengelola wisata selam.
Wahyu juga sepakat tentang perlunya keterampilan petugas dalam mengelola berbagai peralatan selam agar tetap prima. Pasalnya peralatan yang dimiliki taman nasional adalah aset negara. Sebagai aset negara, peralatan selam yang ada di taman nasional bisa dimanfaatkan oleh pengunjung wisata jika telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan.
“Nantinya biaya sewa peralatan akan masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih