Jakarta (Greeners) – Bagi masyarakat yang kesehariannya menggantungkan hidup sebagai petani, tentunya sudah tidak asing dengan istilah talun atau metode talun. Metode ini terbukti mampu menyatukan berbagai komoditi sayur maupun buah dalam satu lahan.
Sopyan, salah seorang petani yang juga mantan penjaga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menuturkan bahwa metode talun ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan alam. Ia menjelaskan, jika menggunakan metode talun tersebut, maka masyarakat bisa mendapatkan hasil sebanyak dua kali untuk musim berbuah.
“Ada buah yang berbuahnya per tiga bulan, ada yang tahunan. Jadi, jangka panjang dan jangka pendek petani bisa menuai hasilnya,” ujar Sopyan saat dijumpai oleh Greeners di perkebunan warga di Kampung Tunggikis, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (19/12).
Sedangkan untuk pelestarian alam, Sopyan mengungkapkan kalau metode kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran air di permukaan tanah.
“Dan juga hasil tanaman lain di luar tanaman yang tumbuh semusim mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani,” tambahnya.
Namun sayangnya, menurut Sopyan, metode talun tersebut masih belum bisa dikembangkan di wilayah perkotaan karena cuaca dan suhu yang berbeda, serta area lahan yang dibutuhkan pun cukup besar untuk bisa melakukan metode perkebunan campuran tersebut.
Sebagai informasi, kampung Tunggilis di Desa Ciputra tersebut merupakan salah satu kampung yang sebagian besar penduduknya hidup melalui pertanian warga. Sebagian besar hasil panen mereka juga dipasok ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, dan Pasar Pagi Jatinegara.
Beberapa komoditi sayur yang dipasok meliputi sayur kembang kol, salada, daun bawang, seledri, jeruk, alpukat, jengkol, pete dan beberapa jenis komoditi lainnya.
(G09)