Jakarta (Greeners) – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No 75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Lewat aturan ini, produsen juga perlu terlibat mengubah kemasan produknya lebih ramah lingkungan sambil ikut mengurangi sampah. Dengan begitu pengurangan sampah tak hanya menjadi tanggung jawab konsumen.
Aktivis Lingkungan Fellows Think Policy Tiza Mafira mendukung peraturan tersebut. Ia mengatakan apabila peraturan tersebut dilaksanakan dengan baik maka akan memberikan dampak yang besar bagi lingkungan dan berbagai pihak.
“Saya mendukung Permen LHK No 75 Tahun 2019 sebagai bentuk kebijakan yang di dalamnya ada kaidah sustainability, ada kaidah sirkular ekonomi. Ini merupakan kebijakan yang jika bisa terlaksana dengan baik maka akan impactful dampaknya,” katanya dalam webinar terkait pengelolaan sampah di Jakarta, Kamis (18/11).
Hanya saja, catatan penting dari peraturan itu, bagaimana pelaksanaanya berjalan baik dan memastikan produsen benar-benar menjalankan peta jalan tersebut.
Peta Jalan Pengurangan Sampah
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan, regulasi yang mengatur tentang pengelolaan dan pengurangan sampah oleh produsen telah pemerintah atur. Salah satu regulasi itu yakni Permen LHK No 75 Tahun 2019.
“Regulasi peraturan ini adalah regulasi yang sangat mewah. Mungkin tidak semua negara sampai memiliki regulasi ini. Saya berpesan ini adalah regulasi yang sangat maju sehingga mari kita memaksimalkan secara bersama-sama baik itu produsennya sendiri, baik itu pemerintahnya, pemerintah daerah, maupun teman-teman aktivis,” kata Novrizal.
Senada dengan itu, Kepala Seksi Bina Peritel KLHK Agus Supriyanto menjelaskan, dalam aturan tersebut terdapat peta jalan pengurangan sampah oleh produsen periode tahun 2020-2029. Target dari peraturan ini yaitu dapat mengurangi sampah sebanyak 30 % pada tahun 2029 mendatang. Menurutnya, jenis kemasan menjadi target pengurangan sampah ini.
“Ini yang kita atur dengan kemasan-kemasan yang saat ini memang cukup mendominasi jumlah sampah di Indonesia mulai dari botol PE dan PET, sachet, sedotan plastik, kemasan kaleng, kaca, kertas dan karton. Sementara untuk ritel, tidak lagi menggunakan kantong plastik sekali pakai. Kemudian industri jasa makanan dan minuman diatur untuk tidak lagi menggunakan bahan yang sekali pakai seperti cutlery (alat makan) atau sedotan dari plastik,” papar Agus.
Siap Menjadi Produsen Ramah Lingkungan
Menanggapi adanya peraturan menteri tersebut, Chairman of PRAISE Karyanto Wibowo mengatakan, produsen juga telah berencana untuk mendesain ulang kemasannya agar lebih ramah lingkungan. Selain itu juga secara optimal menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan sehingga mudah untuk mendaur ulang produk tersebut.
“Pertama, bagaimana kita mulai memikirkan untuk me-redesign kemasan sehingga bisa lebih mudah untuk recycle. Semaksimal mungkin menggunakan bahan baku daur ulang dan menggunakan bahan baku yang terbarukan. Kemudian, di luar itu semua harus mulai memikirkan bahwa kita bisa mendukung ekosistem untuk recycling system. Ini tidak mungkin dilakukan oleh industri tapi juga multi stakeholder partnership,” ungkapnya.
Di Indonesia sudah banyak perusahaan yang berkomitmen untuk pengelolaan sampah. Terlepas dari keterbatasan dan tantangan yang ada, Karyanto menyebut perusahaan itu di antaranya seperti Coca-Cola, Danone, Nestle, Unilever hingga Indofood.
“Kita di Indonesia dengan segala macam keterbatasan atau mungkin ada tantangan terkait pengelolaan sampah, kita berusaha untuk menjalankan komitmen itu,” imbuhnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2020, menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia mengetahui isu terkait sampah dan kemasan bekas. Bahkan hampir 83 % perusahaan tersebut berkeinginan tahu lebih jauh tentang permasalahan sampah dan ingin berpartisipasi.
Masih Ada Sektor yang Belum Terjangkau
Pakar Teknologi Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Enri Damanhuri menyoroti Permen LHK No 75 Tahun 2019 tersebut. Menurutnya tidak cukup hanya pusat perbelanjaan, toko modern dan toko rakyat saja yang wajib menjalakan aturan itu
“Ada satu sektor masyarakat informal yang tidak terkena di sana. Bagaimana dengan ‘pasar tumpah’, warung di kampung-kampung yang semuanya sudah menggunakan plastik, pedagang angkringan dan sebagainya. Itu rasanya tidak terjangkau sampai sekarang. Kemudian bagaimana dengan pedagang online, semuanya yang menggunakan plastik dan sebagainya,” ungkapnya.
Penulis : Fitri Annisa