Jakarta (Greeners) – Menjelang perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia, pemerintah didorong lebih serius mengampanyekan penggunaan moda transportasi ramah lingkungan. Penggunaan kendaraan bermotor yang dominan tidak sejalan dengan misi menekan dampak perubahan iklim yang Indonesia inginkan di G20.
Ketua Bike To Work (B2W) Indonesia Fahmi Saimima mengatakan, perhatian dunia saat ini tengah berada di Indonesia. Sebagai simbol negara, sudah sepatutnya ketika Presiden Joko Widodo memakai jaket bertuliskan G20 maka citra misi agenda tersebutlah yang ia bawa. Adapun tiga esensi besar yang ada dalam agenda Presidensi G20, yakni keberlanjutan penanganan pandemi, keberlanjutan ekonomi dan energi yang lestari.
“Tentunya tidak pas seorang simbol negara melakukan branding G20 dengan memakai sepeda motor. Padahal di esensi ketiga ada keberlanjutan energi yang lestari dan motor bukan solusi,” katanya kepada Greeners, di Jakarta, Selasa (15/2).
Sebagai tuan rumah, Indonesia harus melihat esensi agenda G20 secara nyata. “Bukan sekadar menampilkan Presidensi G20 dengan ngawur. Kita kritisi sebagai ornamen masyarakat,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan jauh sebelum peristiwa ini, dirinya bersama B2W telah berkomunikasi dengan pihak Kepresidenan guna meminta agar agenda G20 tak sekadar menjadi ajang seremoni tanpa esensi.
“Melalui proposal yang kita ajukan, kita tawarkan untuk memenuhi esensi G20 yang ketiga yakni energi yang lestari tak perlu bertransisi, bersepeda saja,” ungkapnya.
Ia menilai kritikan dari B2W sebagai masukan bagian elemen masyarakat di media sosial merupakan hal wajar. Terlebih sebagai komunitas yang concern dan ingin memastikan substansi acara G20 terlaksana sebagaimana mestinya.
“Kalau ruang di sana belum dibuka ya wajar saja kita mengkritik melalui media sosial. Kita ingin Indonesia sebagai Presidensi G20 tak sekadar asal seremoni saja. Tapi ada substansi di dalamnya,” paparnya.
Menanti Pemerintah Wujudkan Transportasi Lingkungan
Sependapat dengan itu, Ketua Bike To Work (B2W) Bandung Wildan Fachdiansyah mendorong agar pemerintah bertanggungjawab atas komitmen membawa misi transformasi energi dan pelestarian lingkungan. Perlu ada kesesuaian antara janji lisan dan perbuatan.
Pernyataan keduanya merespon beberapa aksi Presiden RI Joko Widodo yang kerap menampilkan aksi bermotor dalam beragam helatan. Terakhir, Joko Widodo terlihat mengendarai motor custom di Kabupaten Toba menuju Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dalam rangka meresmikan Jalan Bypass (lingkar luar) Balige, Kabupaten Toba, awal Februari 2022. Dengan memakai jaket bertuliskan G20, Joko Widodo terlihat bangga dan gagah berkendara motor.
Wildan menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang lebih berpihak pada kendaraan bermotor. “Sikap ini justru bersebrangan dengan misi sebagai Presidensi G20 menuju transportasi yang ramah lingkungan,” katanya.
Padahal sambung Wildan, Presiden Joko Widodo saat tahun 2019 kerap terlihat memakai sepeda. Bahkan, teman-teman di komunitas B2W Bandung juga dilibatkan, seperti bersepeda bersama hingga bagi-bagi sepeda. Hal yang berseberangan justru presiden lakukan menjelang momentum Presidensi G20.
“Sama dengan G20 taglinenya “Recover Together, Recover Stronger”, bagaimana mau recover kalau presidennya bilang “udara di sini enak, sayang kalau enggak pakai motor ya,” imbuhnya.
Menurut lelaki berhobi sepeda ini, potensi sepeda di Indonesia sangat besar. Kesadaran dan budaya bersepeda saat ini telah marak di kota-kota besar. Beberapa pemerintah daerah maupun provinsi di kota-kota besar juga sangat concern untuk memperkuat infrastruktur melalui berbagai jalur khusus sepeda.
Demikian pula sepeda lokal yang telah mampu bersaing di kancah internasional. “Kenapa tidak bisa bersaing ke arah situ, kalau pemerintahnya punya will power yang besar,” papar dia.
Ia berharap momentum G20 sebaiknya pemerintah gunakan untuk lebih concern dan melek dengan teknologi dan transportasi ramah lingkungan.
Bukan Cerminan Mitigas dan Adaptasi Perubahan Iklim
Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, sikap Presiden Joko Widodo tersebut kurang mencerminkan komitmennya baik itu di Glasgow soal mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan dalam G20.
“Jika berkomitmen mengatasi krisis iklim, sebagai Presidensi G20 harus berkomitmen green economy. Presiden harus berani sekali waktu dalam bermobilitas dengan angkutan umum massal atau non-motorized transport (NMT) yaitu berjalan kaki dan bersepeda,” imbuhnya.
Hal yang sama pula harus diterapkan dalam beragam agenda kunjungan kerja, Presiden harus memamerkan mobilitas yang terkait dengan angkutan massal dan NMT. Hal ini, sambung Ahmad tidak saja memperbaiki citra Indonesia di mata negara-negara yang tergabung dalam G20, tapi juga menginspirasi masyarakat.
Menurut Ahmad, sumber emisi tertinggi pencemaran udara nasional tahun 2019, berasal dari sepeda motor, yakni 39,754.51 ton/hari (68,80 %) kemudian diikuti truk, bus serta kendaraan diesel. Demikian juga beban emisi CO2 nasional tahun 2019 yang mencapai 699,674.31 ton/hari.
“Lagi-lagi sepeda motor menjadi sumber emisi tertinggi dengan porsi 40,83 % atau sekitar 285.663 ton/hari,” ungkapnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin