Malang (Greeners) – Komunitas Sahabat Sungai Indonesia (SSI) yang dikoordinir Walhi Jawa Timur, mengobservasi ekologi kritis DAS Brantas mulai Sabtu 13 April hingga Kamis 18 April 2013. SSI bakal menyusuri Sungai Brantas sepanjang 320 kilometer yang melintasi 12 kota/kabupaten di Jawa Timur. Mereka hendak memotret perubahan pengelolaan kawasan yang sedang berlangsung di sepanjang aliran sungai Brantas yang menghidupi sekitar 14 juta penduduk di Jawa Timur dan digunakan untuk keperluan domestik, irigasi, industri, rekreasi, pembangkit listrik, dan perikanan.
Menurut juru bicara Susur Sungai Brantas I, Bambang Catur Nusantara, observasi ini dibagi menjadi dua tim, tim pertama akan menyusuri Sungai Brantas mulai dari Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, dan Surabaya. Sedangkan tim kedua melalui jalur darat yang akan menuju titik-titik tertentu untuk mendokumentasikan keterkaitan situs-situs peninggalan masa lalu serta pengelolaan kawasan sekitar DAS Brantas.
Tim yang menyusuri sungai, kata Catur, akan melewati lima etape dengan tugas yang telah ditentukan. Etape pertama mulai dari Kota Malang hingga Bendungan Karangkates. Di sepanjang aliran ini, tim mengamati pengelolaan kawasan sekitar sungai dan kualitas fisik.
Menurut data awal yang dimiliki SSI, karakteristik pencemaran yang ada dimulai dari Kali Bango dan Kali Amprong serta di kawasan padat penduduk di kawasan Muharto hingga masuk aliran kali Brantas di Mergosono.
“Hampir 98 persen limbah didominasi limbah domestik yang berasal dari hunian rumah tangga maupun industri rumahan,” kata Bambang catur Nusantara, Sabtu (13/4/2013) di sela-sela melepas tim Susur Sungai Brantas.
Sementara itu, kata catur melanjutkan, selepas aliran kali Brantas ke arah selatan ditemui adanya limbah industri pabrik kulit, rumah potong hewan, limbah penggergajian kayu, limbah penggilingan padi, limbah ampas tahu, maupun limbah dari aliran buangan rumah sakit. Menurutnya, perburukan atas Brantas terjadi di kawasan hulu, tengah, hingga hilir.
“Hulu bagian barat di Kota Batu kehilangan lebih dari separuh jumlah mata air, wilayah tengah hingga hilir dihajar cemaran pabrik meski di hampir seluruhnya menjadi bahan baku minum bagi PDAM,” kata Catur menambahkan.
Melintasi etape kedua antara Blitar hingga Kediri, tim akan mengamati pemanfaatan sungai untuk kebutuhan energi dan pangan. Etape ketiga di Jombang–Mojokerto, obyek amatan meliputi pengelolaan sungai sebagai sumber produksi warga dan juga korelasi dengan industri-industri di sepanjang sungai. Demikian juga dengan etape ke empat, Mojokerto–Gresik/Krian & Mojokerto–Porong, dan Etape V, Krian–Surabaya & Porong–Surabaya.
Sementara itu, Dewan Daerah Walhi Jawa Timur, Purnawan D. Negara, menambahkan, tim darat akan menuju ke sepuluh titik yang telah ditentukan. Titik pertama yang akan dituju adalah kawasan Bumiaji, Kota Batu, tim akan mendokumentasikan kawasan mata air yang terancam aktivitas industri wisata.
Kemudian di Singosari, Malang, mereka akan mendokumentasikan kesinambungan Sungai Brantas yang memiliki nilai strategtis dalam menopang peradaban masa lalu di Jawa Timur. Di Singosari ada situs Sumberawan dan Situs Watugede yang menunjukkan kelekatan kawasan dengan sistem keairan, sementara di hulu di Kota Batu ada candi di pemandian Songgoriti. Lebih ke arah timur, lanjut Purnawan, ada Candi Jago dan Candi Kidal.
“jika dicermati, terdapat pusat-pusat peradaban di masa silam dari peninggalan candi yang mengikuti alur Sungai Brantas,” ujar Purnawan.
Selain itu, tim juga akan menuju ke Ngadas, yang akan mendokumentasikan model kelola pertanian dan potensi sumber hayati kawasan pegunungan Tengger. Sebab, wilayah ini dilintasi Sungai Bango yang bermuara ke Sungai Brantas dengan titik temu di Kota Malang. Selepas dari Ngadas, tim menuju Blitar dan Tulungagung, pendokumentasian arca penanda hubungan dengan air di Karangkates, Penataran di Blitar, dan dam pemisah di Ngrowo, Tulungagung.
Sedangkan di Pare, Kediri, mengobservasi kawasan lahan pertanian dan problematika industri pangan, dan situs kanal peninggalan masa feodal (Surowono) dan kolonial (pabrik gula Mrican). Sedangkan di Jombang, bakal mendokumentasikan potensi pangan, situs keairan masa silam, dan rencana pertambangan. Di Mojokerto, mendokumentasikan situs keairan masa feodal di kompleks Trowulan dan industri-industri sepanjang Brantas (Gempolkrep).
Sementara di Krian, melihat inisiatif komunitas di kampung dan potret industri sepanjang Brantas, sedangkan di Porong, akan didokumentasikan pembuangan lumpur ke Sungai Porong dan kerusakan ekosistem, serta kehancuran sumber ekonomi lokal, dan di Surabaya akan memotret konsumen air dan industri kelola air.
Susur Sungai Brantas ini akan berakhir pada 18 April 2013, dan salah satu keguiatan menymabut Hari Bumi 22 April 2013. Di akhir Susur Sungai Brantas I ini, akan dpresentasikan semua hasil temuan sepanjang observasi di area Monumen Kapal Selam serta Taman Bungkul Surabaya, serta pameran foto. (G17)