Jakarta (Greeners) – Sumber daya genetik telah disepakati untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Revisi UU ini diharapkan juga mampu menguatkan UU Nomor 5 Tahun 1990 khususnya dalam hal penegakan hukum.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono Adji, menyatakan bahwa telah disepakati pembahasan mengenai sumber daya genetik akan menjadi satu di dalam revisi UU No. 5 tahun 1990 yang tengah dibahas di internal kementerian.
“Iya, sumber daya genetik itu jadinya akan digabung semua di UU Konservasi Keanekaragaman Hayati. Saya bicara begini karena itu tugas pokok dan fungsinya ada di saya. Alhamdulillah, pakar-pakar sudah setuju,” tuturnya saat ditemui oleh Greeners di ruang kerjanya, Jakarta, Kamis (28/01).
Saat ini draf revisi UU tersebut telah memasuki tahap sosialisi dan Kelompok Kerja (Pokja) masih melakukan sosialisasi dengan harapan mendapatkan masukan dari banyak pihak, termasuk peneliti dan pakar-pakar keanekaragaman hayati.
“Kalau nanti Pokjanya sudah dirasa layak untuk diteruskan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ya sudah tinggal kita masukkan saja ke sana (DPR),” katanya.
Sementara menunggu pembahasan draf revisi UU No. 5 tahun 1990 selesai, Bambang menyatakan masih terus melakukan tindakan pencegahan dan antisipasi terkait penegakan hukum atas perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dilindungi. Salah satu kebijakan dari hasil rapat Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) di Jenewa, lanjutnya, adalah melakukan kerjasama dengan negara-negara Asean terkait penanganan perdagangan TSL dilindungi.
Selain itu, menurut Bambang, penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa tumbuhan dan satwa dilindungi adalah aset negara yang harus dijaga karena ada nilai biodiversitas yang tinggi di dalamnya. Dengan wilayah Indonesia yang luas dan begitu banyaknya pulau-pulau yang dimiliki negara ini, memberikan celah yang cukup banyak pula bagi “jalan-jalan tikus” para pelaku kejahatan perdagangan TSL dilindungi.
“Pada rapat CITES itu, perdagangan hewan dan tumbuhan dilindungi itu disoroti penuh. Kita diminta untuk segera melakukan tindakan terkait kejahatan ini. Makanya, penyadartahuan masyarakat juga perlu ditingkatkan,” tandasnya.
Penulis: Danny Kosasih