Jakarta (Greeners) – Dalam beberapa tahun ke depan, Ibu Kota Jakarta tampaknya harus bersiap menghadapi dampak buruk krisis air bersih. Pasalnya, sumber air Jakarta selama ini yang diambil dari dua sungai, Citarum dan Cisadane, sudah mulai kritis alias mengkhawatirkan.
Peneliti dari Pusat penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmat Fajar Lubis kepada Greeners mengatakan bahwa dalam skema ketahanan air, sumber air baku DKI Jakarta saat ini sangat bergantung dari luar DKI. Sedangkan sumber air baku yang berasal dari dalam kota DKI hanya berasal dari Kali Krukut, ini pun berhadapan dengan masalah kualitas yang terus menurun.
Sedangkan secara statistik, menurut Fajar, layanan air bersih di DKI Jakarta bahkan belum mencapai 90% dari total kebutuhan. Oleh karena itu, konsumen yang belum menikmati layanan tersebut akan mencari sumber air baku sendiri, baik itu melalui air permukaan seperti sungai dan situ maupun air tanah.
“Mayoritas pengguna saat ini mengambil dari air tanah karena pertimbangan kualitas dan ekonomi. Padahal, kondisi air tanah sendiri telah kritis,” tuturnya, Jakarta, Selasa (07/07).
Menurut Rachmat, pemerintah harus menyediakan air baku yang lebih murah, mudah didapat dan berkualitas sama atau lebih baik dari air tanah yang digunakan saat ini. Jakarta sendiri memiliki beberapa situ yang seharusnya bisa dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber air. Jika hanya memanfaatkan air sungai, lanjutnya, tentu akan selalu bertabrakan dengan pengaruhnya terhadap musim.
Selain itu, DKI Jakarta juga bisa menabung air dari air hujan pada saat musim penghujan datang. Lalu menggunakan air desalinasi dari air laut untuk di kawasan Jakarta Utara atau menggunakan air recycle (daur ulang) yang dikelola dengan baik oleh Pemprov DKI.
“Jadi sebenarnya cukup banyak alternatif air bersih bagi DKI, tinggal sekarang memilih yang mana yang mau dikembangkan,” jelasnya.
Di lain tempat, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat mengakui bahwa krisis air bersih bisa melanda di musim-musim tertentu, terutama di musim kemarau tahunan. Sedangkan untuk Jakarta, menurut Djarot, hanya ada dua cara mengatasi krisis air bersih di Ibukota, yakni dengan pembangunan waduk penampung air dan pengolahan air bersih.
“Tapi sayangnya ya kita (Pemprov DKI) tidak bisa membangun dan mengolah kedua infrastruktur itu sendirian. Pasti membutuhkan kerja sama dengan swasta,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih