Surabaya (Greeners) – Warga kampung nelayan di Greges, Surabaya, tiap tahun kedatangan tamu dari laut. Banjir rob mengunjungi sekitar 300 kepala keluarga dua kali setahun. Rob malam datang tiap bulan November sampai Januari. Sedangkan rob siang terjadi pada bulan Mei sampai Juli.
Ketinggian air rob bisa mencapai paha orang dewasa atau sekitar satu meter. Air laut yang masuk ke pemukiman lambat laun menggerus batu bata pada dinding rumah.
Di kawasan Surabaya Utara ini, beberapa warga membuat bendungan di depan pintu masuk rumah. Sementara yang memiliki uang, memilih untuk meninggikan rumah. Renovasi ini menelan biaya yang tidak sedikit.
Rony misalnya, rumahnya ditinggikan sekitar satu setengah meter. Lantai diuruk setinggi satu setengah meter supaya tidak kemasukan air rob. Sedangkan atap juga dinaikkan dengan ukuran yang kurang lebih sama.
Tapi belum lagi renovasi yang menelan dana sekitar enam juta rupiah ini selesai, ada lantai yang sudah keropos. Ini ditandai dengan bunyi keras yang menggema ketika diketuk. Rony menduga tanah tempat rumahnya berpijak mengalami penurunan.
Untuk menghadang rob, warga Greges membuat tanggul dari tanah di batas laut. Tanggul juga dibangun untuk melindungi tambak dari banjir rob. Tanggul ini dibuat secara swadaya masyarakat yang berjarak sekitar 200 meter dengan pemukiman nelayan. Sedangkan di depan tanggul buatan adalah laut lepas selat Madura.
Toha salah satu tokoh masyarakat Greges mengatakan, secara berkala warga meninggikan tanggul. Biasanya peninggian dilakukan tiap enam bulan sekali setinggi 20 sentimeter. Para nelayan terpaksa melakukan ini karena ketinggian air laut selalu naik.
Selain membuat tanggul mereka juga menjaga mangrove yang tumbuh di bibir tanggul. Warga mengaku kesulitan menanam mangrove karena daratan terus mengalami abrasi. ”Wah susah mau menanam mangrove. Garis pantai sudah tidak kelihatan. Kalaupun memaksa menanam bibit, pasti hanyut dibawa arus.” kata Toha waktu mengajak greenersmagz.com melihat tanggul buatan.
Senada dengan warga, Tri Rismaharini, Walikota Surabaya mengatakan, satu-satunya usaha yang harus dilakukan untuk membendung rob adalah dengan menanam mangrove.
Tapi Risma tidak sepakat dengan pembuatan tanggul. Biaya yang besar menjadi alasan utama penolakan ini. Menurut Risma, akar mangrove bisa dengan kuat mencengkeram tanah hingga kedalaman seratus meter daripada tanggul.
Kata Risma, kalaupun dipaksakan, tanggul harus terbuat dari semen konkret bukan dari urukan tanah. ”Kalau bikin tanggul kan fondasinya harus dalam. Makan biaya banyak dong. Lebih baik menanam mangrove, karena akarnya bisa jauh menancap ke dalam tanah.” jelas Risma.
Namun tanpa mau menyebut lokasi pasti, Risma mengakui kalau ada kawasan pantai yang sudah tidak bisa ditanami mangrove. Ini karena daratan sudah sangat berhimpit dengan laut. Bahkan tidak lagi ada pantai. (G13)