Malang (Greeners) – Bunyi tabuh gamelan bertalu-talu. Irama acak nan teratur ini kian jelas, menandakan iring-iringan warga Suku Tengger segera tiba di Sendang Widodaren, kawasan yang dibangun di tempat wisata air Wendit di Desa Mangliawan, kecamatan Pakis, Malang, Jawa Timur. Mereka akan menggelar upacara Tirto Aji yang merupakan rangkaian awal upacara Kasada.
Warga dari puluhan desa Tengger di empat kabupaten, Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang tampak khidmat mengikuti prosesi ini. Mereka percaya air Sendang Widodaren mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan mereka. Untuk menjaga dan menghormatinya, Suku Tengger mengadakan ritual Mayu Banyu atau selamatan air di titik-titik sumber mata air yang mengelilingi desa-desa Suku Tengger.
Salah satu yang paling sakral adalah upacara Tirto Aji yang diselenggarakan setahun sekali. Sebelum tahun 2013, upacara ini dilakukan di sumber mata air yang berada di kaki Gunung Widodaren yang terletak di sisi Gunung Bromo. Namun, sejak dua tahun terakhir, upacara ini dipindah di Sendang Widodaren yang berada di komplek wisata air Wendit. “Sendang ini airnya juga berasal dari Gunung Widodaren,” kata Dukun Pandita, Jumai, yang memimpin upacara tersebut, Kamis (8/5/2014).
Menurutnya, air Sendang Widodaren yang dipercaya berasal dari Gunung Widodaren ini memiliki banyak manfaat bagi warga Tengger. Selepas prosesi upacara, warga Tengger secara bergantian mengambil air secukupnya untuk dibawa pulang. Mereka juga membasuh wajah mereka dengan air tersebut karena dipercaya bisa menambah awet muda. Masih menurut Dukun Jumai, sebagian air juga digunakan untuk mengairi ladang warga dan berharap bisa menambah kesuburan tanah serta bebas dari hama.
Salah satu warga Tengger dari Desa Tosari, Pasuruan, Supri, juga memercayai hal ini. Ia berangkat bersama warga desa lainnya untuk mengikuti upacara dan turut mengambil air Sendang Widodaren. “Banyak manfaatnya air dari sendang ini, untuk menyembuhkan sakit dan juga menyuburkan pertanian,” katanya di sela-sela prosesi upacara.
Salah satu peneliti Suku Tengger, Purnawan, menjelaskan, kehidupan Suku Tengger memang tak bisa dilepaskan dari sumber daya alam yang berada di sekitar desa mereka. Sejak era majapahit,mereka sudah bersahabat dengan alam. Nilai-nilai kultural Tengger secara tidak langsung turut menjaga kawasan yang berada di tengah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tersebut. “Perlindungan sumber mata air, serta larangan menebang pohon dan merusak alam masih tertanam dalam benak warga Tengger.”
(G17)