Jakarta (Greeners) – Kawasan perairan Indonesia masih menjadi target utama para pelaku penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Untuk tahun 2014 saja, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat perkiraan kerugian negara akibat tindakan illegal fishing melebihi Rp 101 triliun per tahunnya. Tingkat kerugian tersebut sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia, yaitu sebesar 1,6 juta ton per tahun.
CEO WWF-Indonesia, Efransjah menyatakan bahwa perubahan mendasar yang dibutuhkan saat ini adalah mengubah pola hidup kita kepada batas daya dukung laut sehingga laut bisa menjamin ketahanan pangan, menjadi sumber penghidupan, mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga keseimbangan ekosistem global.
“Bahkan, selain sektor perikanan, laut juga mampu menggerakkan berbagai sektor ekonomi lainnya seperti industri pariwisata,” jelas Efransjah di Jakarta, Rabu (16/09).
Pertumbuhan industri pariwisata, lanjutnya, seperti halnya usaha-usaha di bidang perikanan lain jelas memiliki risiko yang sama pada ancaman kelestarian laut. Tekanan terjadi melalui pembangunan infrastruktur, fasilitas serta pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk kepariwisataan. Aktivitas pariwisata juga berdampak pada sumber daya air, udara, mineral dan masyarakat lokal jika tidak dilakukan secara bertanggung jawab.
Oleh karena itu, kata Efransjah, WWF menginisiasi program SIGNING BLUE sebagai inovasi dan wadah bagi penyedia jasa pariwisata dan wisatawan untuk ikut serta melindungi sumber daya alam.
“SIGNING BLUE ini akan mendorong pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat untuk bisa memanfaatkan sekaligus mengamankan laut yang menghidupi. Ini adalah salah satu pendekatan dari konsep WWF ‘Perspektif Satu Planet’. Langkah-langkah penting untuk melestarikan sumber daya laut utamanya melalui konsumsi yang lebih bijak dan mengutamakan keberlanjutan,” ujarnya.
Sebagai informasi, menurut data dari World Travel Monitoring Forum, industri kepariwisataan Indonesia masuk dalam 13 negara yang mengalami pertumbuhan pariwisata tercepat di dunia. Tahun 2014, industri pariwisata Indonesia tumbuh 7,2 %, setara dengan jumlah kunjungan 9,4 juta wisatawan mancanegara. Dalam skala bentang laut seperti Coral Triangle, industri pariwisata bahkan berkontribusi USD 1,2 juta dan berpeluang tumbuh lebih besar .
Sedangkan berdasarkan analisa dari sampel global, lebih dari 1.200 spesies laut, tidak hanya ikan, diperkirakan mengalami penurunan antara tahun 1970 – 2012. Terumbu karang bahkan diprediksi bisa punah pada tahun 2050 sebagai dampak dari perubahan iklim.
Padahal, sedikitnya 25 persen dari semua populasi spesies laut dan setidaknya 850 juta orang bergantung langsung kepada jasa ekonomi, sosial dan budaya yang disediakan terumbu karang. Temuan ini berdasar pada analisis peneliti di Zoological Society of London (ZSL) atas data statistik yang sebelumnya dilaporkan dalam WWF Living Planet Report 2014.
Penelitian WWF lainnya di awal tahun ini menemukan bahwa dari setiap dollar yang diinvestasikan untuk menciptakan kawasan konservasi laut, dapat menghasilkan manfaat tiga kali lipat melalui penyediaan lapangan kerja, perlindungan pesisir, dan perikanan. Diperkirakan juga peningkatan perlindungan terhadap habitat-habitat kritis dapat menghasilkan manfaat bersih antara US$490 miliar dan US$920 miliar selama kurun 2015-2050.
Penulis: Danny Kosasih