Jakarta (Greeners) – Perjalanan sidang gugatan kasus kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang diajukan 11 warga Sumatra Selatan (Sumsel) memasuki babak lanjutan. Setelah serangkaian proses mediasi, Pengadilan Negeri Palembang menggelar agenda pembacaan gugatan warga terhadap tiga perusahaan.
Tiga perusahaan itu di antaranya PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA Wood Industries). Ketiganya adalah penyuplai kayu di bawah kontrol Asia Pulp and Paper (Grup Sinar Mas) yang ditengarai menyebabkan kabut asap karhutla di Sumsel.
Anggota tim kuasa hukum warga penggugat, Ipan Widodo mengatakan bahwa Pengadilan Negeri Palembang telah secara patut memanggil pihak tergugat dalam sidang pertama dan kedua. Namun, para tergugat tidak datang. Pada sidang ketiga, hanya satu tergugat, yakni PT BMH yang menghadiri undangan pengadilan.
Selanjutnya, para pihak juga telah melewati agenda mediasi yang berlangsung selama 30 hari. Namun, para tergugat tak menjawab resume mediasi para penggugat.
BACA JUGA: Cegah Karhutla, BMKG Semai 13 Ton Garam di Kalimantan Barat
“Hingga proses mediasi berakhir dan berlanjut dengan pemeriksaan pokok perkara,” kata Ipan lewat keterangan tertulisnya, Kamis (12/12).
Dalam persidangan kali ini, kuasa hukum membacakan kerugian materil dan imateril dari para penggugat akibat kabut asap karhutla. Nilai kerugian materil berbeda-beda, merentang dari kisaran Rp200 ribu hingga Rp200 juta.
Adapun kerugian imateril dari tiap penggugat nilainya mencapai Rp10 miliar. Para penggugat merasakan kerugian imateril akibat rasa sakit emosional. Mereka juga kehilangan hak atas kesehatan dan udara bersih, yang membuat mereka tak mampu beraktivitas secara normal akibat kabut asap.
Ketiga Korporasi Rugikan Masyarakat dan Negara
Setelah persidangan, Greenpeace Indonesia juga mendaftarkan permohonan menjadi penggugat intervensi dalam perkara gugatan kabut asap tersebut. Permohonan ini merupakan salah satu bentuk aksi nyata dan solidaritas Greenpeace Indonesia untuk warga korban kabut asap yang berjuang mendapatkan keadilan.
“Melalui gugatan intervensi ini, kami ingin menyuarakan lebih kencang di ruang pengadilan tentang pentingnya pemulihan bagi korban kabut asap akibat karhutla,” ujar Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik.
Kiki menegaskan bahwa ketiga korporasi penyebab kabut asap telah merugikan masyarakat dan negara. Bahkan, memicu kerusakan lingkungan hidup dan dampak iklim yang memperburuk kondisi Bumi. Negara semestinya menghukum mereka, bukan hanya untuk mengganti kerugian warga, tapi juga memulihkan kerusakan lingkungan yang terjadi.
Mengikis Keanekaragaman Hayati
Konsesi perusahaan kayu PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries berada di ekosistem Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sugihan-Sungai Lumpur (KHG SSSL). Alih fungsi lahan gambut menjadi kebun hutan tanaman industri (HTI) jelas berdampak pada pengikisan keanekaragaman hayati dan cadangan karbon. Dampak jangka panjangnya adalah memperparah pemanasan global.
Alih fungsi lahan untuk tanaman monokultur ini pula yang merusak ekosistem, sebab acapkali perusahaan mengeringkan gambut dengan membangun kanal. Alhasil, ekosistem gambut rentan terbakar.
Dalam kurun 2001-2020, luas area terbakar di tiga konsesi korporasi itu mencapai 473 ribu hektare. Luas tersebut setara 92 persen dari total areal terbakar di KHG SSSL. Dari angka tersebut, sebanyak 46 persen di antaranya atau 217 ribu hektare terjadi dalam periode 2015-2020. Kebakaran berulang terjadi setidaknya di area seluas 175 ribu hektare.
BACA JUGA: Jelang Kemarau, Pengendalian Karhutla tak Boleh Kendur
Dari temuan tersebut, Greenpeace Indonesia menilai bahwa aktivitas usaha PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries merupakan salah satu sumber pencemar signifikan untuk kualitas udara dan ekosistem wilayah KHG SSSL. Selain berimbas ke kesehatan publik, aktivitas perusahaan hingga kabut asap karhutla dari konsesi mereka pun berkontribusi besar terhadap krisis iklim.
“Emisi karbon akibat karhutla dan kabut asap jelas menghambat upaya penurunan emisi, bahkan menggagalkan target iklim pemerintah Indonesia,” tambah Kiki.
Anak Muda Ikut Bersuara
Senyampang proses litigasi yang berjalan, dukungan dari berbagai pihak terus mengalir untuk warga penggugat kasus kabut asap. Selepas persidangan hari ini, belasan orang dari kelompok mahasiswa dan komunitas di Sumsel Selatan membentangkan banner bertuliskan “Belum Merdeka dari Asap”.
Kartika Lestari dari Komunitas Rawang mengatakan bahwa dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting dan berarti bagi warga Sumsel yang sedang berjuang melawan asap. Khususnya bagi para penggugat.
“Banyaknya teman-teman muda yang turut bersolidaritas menjadi bukti bahwa perjuangan melawan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut adalah perjuangan untuk masa depan,” ujar Kartika.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia