Setiap Dua Detik Deforestasi Dunia Seluas Lapangan Sepak Bola

Reading time: 3 menit
Deforestasi masih menjadi ancaman di Indonesia. Jaga hutan sebagai paru-paru dunia. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Dunia termasuk juga Indonesia berupaya serius menekan angka pembalakan hutan (deforestasi). Masifnya deforestasi membuat dunia kehilangan paru-paru penyerap karbon yang memicu peningkatan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Ironisnya, Food and Agriculture Organization (FAO) menyebut, setiap dua detik dunia kehilangan lahan seluas lapangan sepak bola.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara Kiki Taufik mengungkapkan, dari data FAO jumlah deforestasi di dunia pada tahun 2020 telah mencapai 10,2 juta ha. Dari jumlah tersebut, perkiraannya dalam 2 detik dunia telah kehilangan lahan seluas satu lapangan sepak bola akibat deforestasi.

“Menurut laporan FAO tahun 2020 rata-rata deforestasi di dunia mencapai 10,2 juta ha. Data ini sebenarnya cukup baik karena pada periode 2015-2020 sebelumnya adalah berkisar 11,8 juta ha per tahun. Jadi kira-kira dalam periode 2020 di seluruh dunia dalam 2 detik kita kehilangan satu lapangan sepak bola,” katanya dalam webinar terkait deforestasi di Jakarta, baru-baru ini.

Konflik Data Deforestasi Masih Terjadi

Sementara itu di Indonesia, perdebatan mengenai besaran deforestasi bukan baru-baru ini saja terjadi. Setiap tahun ketika pemerintah mengeluarkan angka penurunan angka deforestasi, komunitas lingkungan juga mengantongi angka pembalakan hutan. Sayangnya angka keduanya tidak pernah sinkron. Oleh sebab itu, perlu metode pengukuran dan acuan baku agar data deforestasi tidak menjadi konflik yang berujung pada tuntutan hukum.

Kiki mengatakan, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) deforestasi yang terjadi sepanjang tahun 2020 di Indonesia mencapai 116.900 hektare (ha).

Namun data KLHK ini berbeda dengan data dari lembaga lainnya. Seperti data University of Maryland (UMD) yang melaporkan bahwa deforestasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2020 yaitu 270.462 ha. Sedangkan Atlas Nusantara (Tree Map) menyatakan pada periode yang sama deforestasi yang terjadi ada sebanyak 222.453 ha.

“Ini yang ingin saya sampaikan bahwa seharusnya dari data ini pemerintah bisa berdiskusi. Karena ternyata banyak sumber yang lain. Menggunakan citra satelit yang sama namun metodologinya berbeda,” ungkap Kiki.

Data total deforestasinya pun dilaporkan juga berbeda. KLHK menyatakan bahwa dari 2001-2020 ada 14,1 juta ha. Sementara UMD mencatat ada sebanyak 9,8 juta ha dan Atlas Nusantara menyatakan ada 10 juta ha.

“Apa yang dilakukan oleh Maryland dan Atlas Nusantara adalah untuk mencoba mengkonfirmasi ulang. Karena data pemerintah yaitu KLHK dibuat dengan rata-rata per 3 tahun atau per 2 tahun. Dengan banyaknya sumber lain, KLHK bisa menghitung ulang atau bahkan bisa bekerja sama,” paparnya.

Hindari konflik dengan memadukan metodologi dan data mengukur angka deforestasi. Foto: Shutterstock

Akurasi Data Masih Belum 100 %

Ilmuwan Remote Sensing TreeMap David Gaveau menjelaskan, perbedaan jumlah data deforetasi tersebut akibat penggunaan alat yang berbeda seperti data citra satelit Sentinel 2 dan Landsat 8. Penggunaan alat yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda.

David juga mengungkapkan temuan lainnya dari TreeMap adalah adanya perbedaan akurasi data antara user accuracy dan producer accuracy. User accuracy mengakses data bisa mencapai 90 %. Sedangkan jika sebagai producer, maka akurasi data hanya antara 49 % hingga 75 %.

“Ini gap yang sangat tinggi yang bisa menyebabkan misinterpretasi data yang sebelumnya menjadi polemik,” imbuh David.

Untuk mendapatkan data yang valid, David mengatakan, butuh penggunaan satelit yang mumpuni untuk membaca data deforestasi secara tepat. Di samping itu pembaruan data secara reguler juga sangat perlu.

“Seperti menggunakan Sentinel 2 dan Landset 8 update datanya per 5 hari, sedangkan KLHK per 16 hari. Ini yang membuat perbedaan cukup besar. Update data itu perlu secara reguler,” jelasnya.

David juga menuturkan, learning machine sangat penting untuk investasi data mengenai deforestasi. Mengingat hutan indonesia yang sangat luas sehingga infrastruktur yang ada juga harus memiliki teknologi yang mumpuni.

Penulis : Fitri Annisa

Top