Jakarta (Greeners) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu mempercepat pembangunan septic tank komunal di pemukiman menengah dan padat. Selain untuk memastikan tidak ada masyarakat yang buang air besar (BAB) sembarangan, tinja juga tidak mencemari lingkungan yang berpotensi memicu penularan penyakit.
Baru-baru ini viral di media sosial video yang menampilkan truk tinja membuang limbah domestik di saluran air kawasan Hutan Kota Cawang, Cililitan, Jakarta Timur.
Dalam narasi unggahan video tersebut, kejadian tersebut terjadi pada Minggu (20/11) pagi sekitar pukul 07.45 WIB. Warga sempat meneriaki pembuang limbah domestik tersebut. Namun pengemudi langsung melarikan diri.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga berpendapat, tinja atau feses yang tak dibuang pada tempatnya akan mencemari lingkungan.
“Tentu akan mencemari lingkungan dan berdampak pada kesehatan kita,” katanya kepada Greeners, Selasa (22/11).
Di Jakarta yang notabene kota metropolitan pun, lanjutnya, masih ada masyarakat yang BAB sembarangan. Misalnya di sungai, hingga di lingkungan sekitar.
“Jumlah septic tank komunal atau IPAL komunal masih terbatas, belum menjamah pemukiman kumuh sehingga perlu revitalisasi,” imbuhnya.
Revitalisasi tersebut, diikuti dengan perbaikan lingkungan dan sarana sanitasi serta mandi cuci kakus (MCK) komunal. “Kawasan seperti ini harus dibenahi,” ucapnya.
Nirwono menambahkan, Pemprov DKI Jakarta juga harus memastikan dan monitoring ketepatan pengelolaan tinja. Ia menyebut pengelolaan tinja yang benar, prosesnya terbagi menjadi dua bagian.
Bagian pertama, yakni limbah cair yang perlu treatment khusus sebelum ditampung dan ada pemanfaatan untuk keperluan lain. Sementara limbah padat dikeringkan dan dapat diproses kembali menjadi pupuk tanaman. “Itu artinya tak lagi terbuang,” ujarnya.
Jerat Pembuang Tinja Sembarangan
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemprov DKI Jakarta Asep Kuswanto menyatakan, menindaklanjuti video viral tersebut, tim Bidang Pengawasan dan Penataan Hukum (PPH) DLH DKI Jakarta langsung berkoordinasi dengan Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan di Kota Administrasi Jakarta Timur dan Ditlantas Polda Metro Jaya.
Tim langsung mengidentifikasi pangkalan-pangkalan truk tinja swasta yang beroperasi di wilayah Jakarta Timur. Setelah berhasil mendapatkan nama identitas pengemudi, tim bidang PPH menghubungi pengemudi atas dugaan pembuangan tinja secara tak bertanggung jawab tersebut.
“Dalam Proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pengemudi berinisial E mengakui perbuatannya,” kata Asep dalam keterangannya.
Akibatnya, pelaku dapat sanksi denda sebesar Rp 5 juta dan direkomendasikan pencabutan izin pemilik usaha pembuang limbah sembarangan. Rekomendasi tersebut akan pihaknya sampaikan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta.
Pemicu Penyakit
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan kejadian luar biasa (KLB) polio menyusul temuan satu kasus polio tipe 2 di Aceh. Kasus ini sekaligus meruntuhkan status Indonesia bebas polio sejak tahun 2014 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Penderita polio yaitu seorang anak berusia tujuh tahun yang tinggal di Kabupaten Pidie. Ia mengalami kelumpuhan pada kaki kirinya.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan, polio ditularkan atau menular melalui fecal oral. Fecal mengacu pada kotoran manusia atau tinja, dan oral yaitu mulut. Virus polio keluar melalui kotoran maka akan mencemari air, tanah dan lingkungan sekitar. Ketika air tanah tersebut dimanfaatkan untuk keperluan makan minum maka akan terjadi infeksi penularan.
“Artinya satu daerah atau negara bisa terhindar dari potensi penularan polio kalau sanitasi lingkungannya baik. Tidak ada BAB sembarangan hingga mekanisme pengelolaan limbah rumah tangganya baik tak mencemari lingkungan,” kata dia.
Masalahnya, di Indonesia masih banyak daerah-daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Bahkan di perkotaan masih banyak masyarakat yang buang air besar di sungai.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin