September 2015, Kualitas Udara di Jakarta Tergolong Sedang

Reading time: 2 menit
Polusi mencemari udara kota. Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta menyatakan akan mulai membuka data hasil pemantauan kualitas udara di DKI Jakarta kepada publik. Rencananya, antara hari ini, Kamis (08/10) atau besok, Jumat (09/10) minggu ini, laporan tersebut akan disampaikan kepada Gubernur DKI Jakarta.

Sebelum menyerahkan hasil laporan tersebut, Kepala BPLHD DKI Jakarta, Andi Baso Mappapoleonro kepada Greeners memaparkan hasil pantauan kualitas udara DKI Jakarta selama bulan September 2015 yang diambil dari lima titik lokasi pemantauan. Ke lima titik tersebut, yaitu Bundaran Hotel Indonesia (HI), Perumahan Walikota Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya dan Perumahan Kebun Jeruk.

“Untuk DKI 1 pemantauan di HI itu kualitas udaranya sedang selama 30 hari. Artinya udara di sana masih baik bagi manusia namun cukup buruk bagi tumbuhan dan nilai estetika,” jelas Andi saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh Greneers, Jakarta, Rabu (08/10).

Kemudian untuk di kawasan Kelapa Gading, lanjut mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta tersebut, dari 30 hari pemantauan, terdapat satu hari yang kualitas udaranya tidak sehat. Tidak sehat tersebut dalam artian merugikan manusia dan hewan serta menimbulkan kerusakan pada tumbuhan serta nilai estetika.

Alat pengukur polusi udara. Ilustrasi: Ist.

Alat pengukur polusi udara. Ilustrasi: Ist.

Di stasiun pemantauan yang ketiga yaitu di Jagakarsa, dari 30 hari pemantauan, terdapat 28 hari dengan kualitas udara sedang dan dua hari tidak sehat. Sementara di stasiun pemantauan keempat di Lubang Buaya, dari 30 hari pemantauan, terdapat 25 hari yang kualitas udaranya sedang dan lima hari sisanya tidak sehat.

“Terakhir yang kelima di perumahan Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Dari 30 hari pemantauan, itu status sedangnya 26 hari, status baiknya itu ada enam hari,” ujarnya.

Untuk parameter penilaiannya sendiri, terang Andi, ada variabel penilaian antara lain PM 10 (satuan partikel untuk debu), SO 2 (Sulfur Dioksida), CO (Karbon Monoksida), NO2 (Nitrogen Dioksida), kemudian ozon dan Total Hidrokarbon. Sepanjang catatan BPLHD DKI Jakarta polutan seperti nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan hidrokarbon non-metana (NHMC) semua berada di bawah ambang baku mutu.

NO2 tertinggi yang pernah tercatat adalah sekitar 2,5 mikron permeter kubik dengan ambang batas 9 mikron, CO tertinggi sekitar 8 mikron per meter kubik dengan ambang batas 9, dan NHMC tertinggi sekitar 0,2 per meter kubik dengan ambang batas 0,24.

“Untuk laporan ini kita ambil total kualitas udara paling ekstrim pada bulan September dan itu yang kita munculkan sebagai wakil dari kualitas udara pada bulan itu. Tapi secara umum kualitas udaranya memang masih cukup baik bagi manusia,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top