Jakarta (Greeners) – Plastik lekat dengan kehidupan modern yang serba praktis dan instan. Namun seiring masifnya penggunaan plastik, timbulan sampah plastik tidak terkendali. Sampai-sampai, sampah plastik banyak yang bermuara ke sungai hingga laut.
Bahkan sampah plastik itu bisa terpecah menjadi mikroplastik yang dapat ikan dan biota laut lainnya konsumsi. Kondisi ini sangat mengancam kesehatan manusia. Dalam rantai makanan, manusia sangat mungkin mengonsumsi ikan bermikroplastik.
Lebih dari 10 tahun terakhir, timbulan sampah plastik meningkat signifikan. Tahun 1995 komposisi sampah plastik di Indonesia hanya 9 % namun di tahun 2022 menjadi 17 %. Persoalan sampah plastik belum usai. Berbagai kebijakan, program dan aksi maraton pemerintah kebut. Di tangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) teknologi nuklir diaplikasi untuk mengatasi sampah plastik.
Bukan tanpa alasan, riset BRIN dengan teknologi nuklir ini ingin berkontribusi untuk mempercepat penanganan dan pengurangan timbulan sampah plastik di Indonesia. Tahun 2021 International Atomic Energy Agency (IAEA) telah meluncurkan Nuclear Technology for Controlling Plastic Pollution (NUTEC Plastics). Indonesia menjadi salah satu negara yang melaksanakan program ini.
Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri BRIN Tita Puspitasari mengatakan, dalam hal sampah plastik, teknologi nuklir harapannya bisa berkontribusi untuk mengkonversi single used sampah plastik menjadi produk lain. Produk ini akan memiliki life time lebih panjang sehingga membantu menyelamatkan lingkungan dari cemaran plastik.
Menurutnya, teknologi nuklir (teknologi proses radiasi) di ranah industri memiliki keunggulan karena tidak menggunakan bahan kimia. Hal ini tidak menghasilkan residu, dapat dilakukan pada suhu kamar dan prosesnya sederhana.
“Nuclear Technology for Controlling Plastics Pollution adalah inisiatif IAEA untuk berkontribusi mengatasi masalah sampah plastik global dengan pendekatan recycling sampah plastik di daratan,” katanya kepada Greeners, baru-baru ini.
Nilai Tambah Daur Ulang Plastik
Untuk aplikasi teknologi nuklir terhadap recycle sampah plastik lanjut Tita, proses radiasinya menggunakan beberapa pendekatan.
Tita menjelaskan, recycle plastik berbasis polyethylene (PE) atau polypropylene (PP) yang sudah berbentuk biji plastik (resin) diradiasi dalam kondisi tertentu. Dengan begitu terjadi surface modification. Terjadi konversi gugus CH yang hidrofobik menjadi gugus karbonil CO yang bersifat hidrofilik.
Perubahan sifat ini menjadikan irradiated rPE/rPP menjadi lebih kompatibel dengan biomassa, sehingga meningkatkan kompatibilitasnya dalam wood plastics composite (WPC). Cara pembuatan WPC ini dengan mencampur serbuk kayu/biomassa dengan recycle plastics dan juga irradiated recycle plastics serta aditif lainnya.
Lebih lanjut, pada jenis proses recyling sekunder, proses iradiasi dapat meningkatkan kompatibilitas antara dua material yang memiliki perbedaan sifat. Contohnya plastik yang bersifat hidrofobik dan limbah biomassa yang bersifat hidrofilik.
“Ketika dicampur dapat meningkatkan kompatibilitasnya sehingga meningkatkan kekuatan mekaniknya,” ucap Tita.
Sedangkan pada proses recycling tersier, proses radiasi dapat membantu mendegradasi plastik di awal. Tujuannya agar memudahkan proses pirolisis untuk menghasilkan bahan bakar atau fuel, sehingga proses lebih efisien karena temperatur proses pirolisis bisa berkurang.
Tita yang juga National Project Coordinator RAS 1024 IAEA ini berharap, sentuhan teknologi nuklir ini mampu menghasilkan produk akhir yang unggul. WPC kayu plastik lewat proses iradiasi, tambahnya tidak memerlukan maintainance, tahan air, tahan rayap, dan bisa dicetak ulang. Hal ini memperpanjang usia bahan meski berubah menjadi produk yang berbeda.
BRIN pun lanjutnya, terus mencari mitra industri yang juga memiliki visi lingkungan dan terbuka terhadap teknologi baru. Peran semua stakeholder termasuk lembaga riset, regulator, industri dan masyarakat sangat penting mewujudkan hal ini.
Sampah plastik sudah menjadi isu global. Konsistensi dan kolaborasi sangat berdampak untuk mempercepat pengelolaan sampah plastik.
Keunikan Teknologi Nuklir
Senada dengan itu, Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN Rohadi Awaludin menyebut, teknologi nuklir memiliki beberapa keunikan. Di antaranya tingginya energi dan daya tembus radiasi nuklir.
Radiasi nuklir memiliki energi yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk crosslinking dan grafting molekul polimer. Sedangkan plastik tersusun dari molekul jenis polimer.
Di samping itu, radiasi nuklir memiliki daya tembus yang tinggi dan dapat dengan mudah mendeteksi. Sifat ini dapat digunakan untuk tracing atau merunut molekul tertentu.
“Dengan mengikatkan radioaktif dengan aktivitas kecil ke dalam mikroplastik, gerakan mikroplastik di alam dapat diikuti dengan mudah,” katanya.
Oleh sebab itu, teknologi nuklir memiliki peluang besar untuk melakukan monitoring plastik, khususnya mikroplastik di alam.
Tita pun menyebut, NUTEC Plastics juga memonitoring mikroplastik di lautan menggunakan teknologi proses radiasi dan juga tracing radioisotop.
Raup Rupiah dari Sampah Plastik
Bergelut di dunia daur ulang sampah plastik, membuat Daniel Martinus kini meneruskan usaha turun temurun orang tuanya sejak tahun 1987 di sebuah wilayah, Kabupaten Bogor. Menurutnya, sampah plastik ibarat emas yang bisa bernilai rupiah.
“Dulu botol kemasan air mineral tidak laku, tapi dengan adanya teknologi sekarang semuanya laku,” katanya.
Dengan kehadiran teknologi yang terus melesat, seperti halnya teknologi nuklir ia berharap, nilai ekonomi bahan baku sampah plastik daur ulang bisa sangat menguntungkan.
“Dalam proses pengumpulan, pemilahan sampah plastik, kita memang ada harapan itu. Apapun teknologi yang hadir, bisa mendatangkan rupiah baru bagi kami,” ungkapnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Justin Wiganda juga mengamini hal ini. Data dari Kementerian Perindustrian dan Inaplast menyebut, kebutuhan bahan baku plastik di Indonesia mencapai 8 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, 1 juta ton kebutuhan bahan baku dipasok dari bahan baku daur ulang plastik.
Sejumlah produk otomotif, peralatan rumah tangga, perpipaan minyak dan gas mengunakan bahan baku plastik.
Ia pun mengapresiasi adanya aplikasi teknologi nuklir untuk meningkatkan nilai tambah daur ulang sampah plastik. Namun ia berharap teknologi ini juga menyentuh bahan sampah ini yang belum layak menjadi layak dan bernilai menjadi bahan baku.
“ADUPI sangat mendukung usaha untuk mengurangi permasalahan sampah plastik. Teknologi ini juga harus affordable, sehingga semua industri daur ulang pengolahan plastik merasakan manfaatnya,” ungkapnya.
Yang jelas katanya, apapun teknologinya bisa mengubah sampah plastik menjadi bahan daur ulang yang mendongkrak nilai tambahnya. Apalagi saat ini, ia memperkirakan nilai daur ulang plastik di Indonesia mencapai triliuan rupiah.
Tangani Sampah Plastik Bermasalah
Pakar Teknologi Lingkungan Institut Teknologi Bandung Prof Enri Damanhuri juga mengapresiasi segala bentuk penelitian terkait pengelolaan sampah plastik.
Teknologi ini juga sebutnya harus menjawab daur ulang sampah jenis ini yang masih bermasalah. Menurutnya, masih ada sekitar 75 persen bahan plastik yang masih bermasalah dan menunggu penyelesaian.
“Plastik beranekaragam dan 7 jenis. Masih ada tiga perempatnya bermasalah. Yang tersentuh barulah bahan plastik yang laku dijual seperti PET. Sehingga harus dicari bahan plastik bermasalah yang belum ada penyelesaiannya, belum laku dan belum tertangani,” paparnya.
Selanjutnya harus memastikan rantai pasok bahan plastik tersebut jika peruntukkannya menjadi suatu produk. Beberapa waktu lalu ada pembuatan aspal dari bahan plastik, namun redup begitu saja.
Direktur Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menilai, teknologi nuklir adalah teknologi tinggi yang sangat baik untuk membantu menyelesaikan persoalan sampah.
“Harapannya teknologi ini bisa menyelesaikan low plastic value. Misalnya saja sampah sachet multilayer salah satu low plastic value,” katanya.
Pemerintah saat ini menargetkan mitigasi pengurangan emisi gas rumah kaca tahun 2030 dan pasca 2030. Salah satu skenarionya adalah pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) less sanitary landfill. Gas metan dari sampah ditangkap sehingga tidak meningkatkan emisi.
Genjot Pengurangan Sampah ke Laut
Berdasarkan data KLHK tahun 2021, jumlah timbulan sampah plastik dan kertas yaitu 19,66 juta ton per tahun. Saat ini Indonesia telah berkomitmen mengurangi 70 % sampah di laut tahun 2025.
Sementara sampai dengan tahun 2021, Indonesia sudah berhasil mengurangi 28,5 % kebocoran sampah plastik ke laut dan masih menyisakan target pengurangan sebesar 41,5 % hingga tahun 2030.
Untuk menangani masalah sampah laut tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut.
Organisasi penggiat lingkungan Ecoton juga mengkhawatirkan cemaran sampah di sungai dan laut. Direktur Eksekutif Ecoton Daru Setyorini berpendapat, harus ada solusi plastik. Salah satunya menekan produksi plastik dari minyak bumi dan menggantinya dengan bahan nonplastik alami dan bisa berguna ulang.
“Ke depannya material plastik makin dibatasi. BRIN perlu mengembangkan material nonplastik yang alami lokal dan berkelanjutan. Tujuannya untuk menggantikan konsumsi plastik yang terlalu berlebihan,” tandasnya.
Penulis/Editor : Ari Supriyanti Rikin