Jakarta (Greeners) – Permasalahan pencemaran udara di Jakarta masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dituntaskan. Dari data yang ada, sektor transportasi menjadi sumber polusi terbesar di Jakarta.
Laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia menyebut, Jakarta menjadi provinsi dengan nilai Indeks Kualitas Udara (IKU) terendah selama tiga tahun terakhir.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta Yusiono A Supalai mengatakan, saat ini Jakarta telah memiliki strategi pengendalian pencemaran udara (SPPU) yang mengacu pada sumber-sumber polusi udara.
Berdasarkan hasil inventarisasi emisi tahun 2020, sektor transportasi menjadi kontributor terbesar terutama untuk polutan NOx sebesar 72,4 %, CO sebesar 96,36 %, PM10 57,99 %, dan PM2,5 67,04 %. Sementara untuk SO2 terbesar dari sektor industri dengan prosentase 61,96 %.
“Artinya dari sumber pencemar terbesar inilah harus segera kita kendalikan dalam bentuk strategi pengendalian pencemaran udara,” kata dia dalam diskusi “Mengawal Kebijakan Udara Bersih Jakarta, Sudah Sampai Mana?”, Rabu (25/1).
Khusus untuk SPPU ini akan berlaku sejak tahun 2023 hingga 2030. Yusiono menyatakan, terdapat tiga strategi, 16 program dan 70 rencana aksi dalam pengendalian polusi udara.
“Tiga strategi ini yaitu meningkatkan tata kelola pengendalian pencemaran udara, mengurangi emisi pencemar udara dari sumber-sumber bergerak seperti transportasi serta mengurangi emisi pencemar udara dari sumber tak bergerak seperti industri,” kata dia.
Ia juga menyebut, hingga saat ini SPPU masih dalam proses verbal dan nantinya akan ditandatangani oleh penjabat gubernur dalam bentuk Keputusan Gubernur (Kepgub). Yusiono memastikan tidak akan banyak perubahan substansi dalam SPPU ini.
60 % Pencemaran Udara Berdampak pada Kesehatan
Co-Founder Bicara Udara Novita Natalia menilai, 60 % polusi udara berdampak pada kesehatan. Sedangkan, 28 % polusi udara berdampak pada perubahan iklim, dan 12 % berdampak pada sektor lain-lain. Polusi udara tak hanya berdampak pada paru-paru. Akan tetapi juga penyakit kardiovaskular.
Organisasi Kesehatan WHO menyatakan, timbal merupakan kandungan berbahaya polusi udara. Sebab, dapat meningkatkan tekanan darah hingga memicu hipertensi yang menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Ia menyatakan, pentingnya mendorong kembali isu SPPU di Jakarta. “Sebab isu polusi udara tidak hanya masalah lingkungan, tapi juga masalah kesehatan publik dan ekonomi,” imbuhnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi B, Gilbert Simanjuntak menyatakan pentingnya eksistensi transportasi publik sebagai salah satu solusi permasalahan kualitas udara.
“Pemprov DKI Jakarta harus mengeluarkan kebijakan ini untuk segera memperbanyak transportasi publik untuk mencegah masyarakat mengendarai kendaraan pribadi,” tandasnya.
Penulis: Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin