Jakarta (Greeners) – Bencana banjir yang kerap terjadi di beberapa daerah di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya, seperti perubahan iklim, intensitas curah hujan yang meningkat, maupun karena penyumbatan saluran air atau pendangkalan sungai akibat sampah yang dibuang sembarangan.
Perilaku masyarakat juga dapat menyebabkan banjir. Sikap tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan serta pengelolaan sampah rumah tangga yang belum maksimal membuat banjir dengan mudah merendam kawasan permukiman, kantor, juga sekolah.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Pagi Manggarai di Jakarta Selatan contohnya. Pada tahun 2007, Sekolah Dasar ini mengalami banjir hebat yang menenggelamkan hampir seluruh aset sekolah. Banjir yang juga melanda di sebagian besar wilayah Manggarai hingga Kampung Melayu tersebut mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Beruntung, pemerintah daerah saat itu cukup membantu dalam mengatasi masalah kerugian tersebut.
Dari bencana tersebut, PT AIG Insurance Indonesia bersama dengan Greeneration Indonesia dan Komunitas Ciliwung menjadikan SDN 03 Pagi Manggarai sebagai pilot project atau sekolah percontohan yang merupakan bagian dari program AIG bersama mitra dalam mengembangkan modul pembelajaran tanggap banjir yang dituangkan melalui sebuah video.
Presiden Direktur dan CEO AIG Indonesia, Jon Paul Jones, mengatakan, bahwa modul tersebut akan digunakan oleh para guru sekolah dasar dalam memberikan pengenalan dini bagi murid-muridnya mengenai siklus air hingga pencegahan banjir dan tanggap banjir.
“Kami (AIG) melihat bahwa pentingnya edukasi yang berkelanjutan mengenai pencegahan serta tanggap bencana khususnya pada banjir ini,” terang Jon saat ditemui oleh Greeners di Jakarta, Senin (10/11).
Mujiyatun, Kepala Sekolah SDN 03 Pagi Manggarai juga menyambut baik apa yang dilakukan pada sekolahnya. Ia berharap dengan dijadikannya SDN 03 Pagi Manggarai sebagai Sekolah Percontohan mampu meningkatkan kesadaran anak didiknya akan sampah dan menjaga kebersihan sungai.
Ia mengaku, dirinya dan para guru di SDN 03 Pagi Manggarai selalu bekerja ekstra keras untuk memberikan pembelajaran akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Meskipun dukungan dari lingkungan tempat tinggal anak-anak didiknya tersebut sangat kotor dan terbiasa membuang sampah di sungai, namun dirinya dan para guru pantang menyerah untuk mendidik dan mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan kepada murid-muridnya.
“Mereka ini (anak-anak) berasal dari kalangan bawah yang tinggalnya hanya 2 meter di atas kali. Setiap hari selalu melihat orang tuanya membuang sampah di kali, jadi kami perlu bekerja ekstra untuk mendidik mereka,” ujarnya.
Eka Soeriyansyah dari Komunitas Ciliwung Bojong Gede mengungkapkan kalau momentum Hari Ciliwung yang sudah ketiga kalinya diadakan juga masih terus berusaha untuk mengumpulkan masyarakat sempadan sungai untuk bersama bergerak ke hilir untuk melawan masyarakat yang apatis terhadap masalah sungai.
“Kami menyebutnya konservasi tanpa batas dengan diawali dari perubahan gaya hidup dalam membuang sampah,” tutupnya.
(G09)