Jakarta (Greeners) – Beberapa sumber mengungkapkan bahwa sampah sedotan plastik masih menduduki peringkat ke-5 penyumbang sampah plastik di dunia termasuk di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 70 persen sampah plastik di Indonesia dapat dan telah di daur ulang oleh para pelaku daur ulang, namun tidak dengan sedotan karena nilainya rendah dan sulit di daur ulang, maka tidak ada pelaku daur ulang yang bersedia mengambil.
Permasalah sampah sedotan plastik ini, menurut Switenia Puspa Lestari, penggas Divers Clean Action (DCA), merupakan permasalah serius. Pasalnya, rata-rata setiap orang menggunakan sedotan sekali pakai sebanyak 1-2 kali setiap hari. Jika dihitung, diperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya bisa mencapai 93.244.847 batang sedotan yang berasal dari restoran, minuman kemasan, dan sumber lainnya (packed straw).
“Ukuran sedotan bermacam-macam namun umumnya sedotan berbahan plastik tipe polypropylene dan didisain untuk tahan seumur hidup sehingga butuh waktu yang sangat lama untuk dapat hancur dan terurai. Fakta ini tentu sangat mengkhawatirkan dan berbahaya karena semakin lama keberadaannya di laut akan menjadi microbeads dan mudah termakan oleh hewan laut,” kata perempuan yang akrab disapa Tenia ini kepada Greeners, Selasa (08/05/2018).
Setiap tahunnya, sekitar sepertiga biota laut termasuk terumbu karang, dan bahkan burung laut, mati karena sampah plastik termasuk sedotan plastik sekali pakai yang berakhir di lautan. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat terumbu karang berperan besar melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lain yang diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu karang juga merupakan tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar bagi berbagai biota laut.
BACA JUGA: KLHK Dorong Pengurangan Sampah Plastik di Pertemuan ke-16 AWGESC
Akhadi Wira Satriaji atau akrab dipanggil Kaka SLANK, dalam keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, menyatakan bahwa dari data yang ia kumpulkan, luas terumbu karang di Indonesia mencapai lebih dari 50.875 kilometer persegi atau 18% dari luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle atau Pusat Segitiga Terumbu Karang.
“Sayangnya, hanya 29,79% dari total luas terumbu karang Indonesia yang masih dalam keadaan baik hingga sangat baik, sementara sisanya sudah mengalami kerusakan yang kebanyakan kerusakan karena manusia, termasuk akibat dari sampah plastik yang terbuang ke laut. Sedotan plastik yang kecil dan tidak dapat didaur ulang berperan juga dalam merusak terumbu karang dan biota laut lainnya,” ujar pria yang gemar menyelam ini.
Kenyataannya, terdapat lebih dari 11 miliar fragmen plastik mengendap di terumbu karang di Asia-Pasifik di mana kondisi terumbu karang di Indonesia lebih buruk karena pengelolaan sampah yang tidak berjalan dengan baik. Terumbu karang yang tertutupi plastik akan mengalami pemutihan (coral bleaching) selama 4 hari karena fragmen plastik mampu melukai tubuh karang dan menghambat penetrasi cahaya matahari dan oksigen. Akibatnya terumbu karang lebih rentan terhadap penyakit dan akhirnya mati.
“Menolak memakai sedotan plastik sekali pakai saat minum dimanapun adalah langkah mudah namun sangat berarti yang dapat dilakukan kita untuk menyelamatkan terumbu karang dan laut kita,” tambah Kaka.
BACA JUGA: Lebih dari 93 Juta Sedotan Plastik Digunakan Masyarakat Indonesia Setiap Hari
Melihat permasalah ini, restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) yang telah mencanangkan gerakan #Nostrawmovement tahun 2017 lalu menjadikan gerakan tanpa sedotan plastik menjadi gerakan nasional. Gerakan #Nostrawmovement ini menjadi gerakan nasional dimana 630 gerai KFC di seluruh Indonesia tidak akan menyediakan langsung sedotan plastik dengan menghilangkan dispenser sedotan dan mengajak konsumen untuk tidak menggunakannya kecuali sangat membutuhkan.
Hendra Yuniarto, General Manager Marketing PT Fast Food Indonesia menjelaskan, setelah dimulai di enam gerai di Jakarta pada 2017, gerakan ini meluas ke gerai lainnya di wilayah Jabodetabek sejak akhir 2017. Gerakan ini merupakan bentuk komitmen dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dimana KFC mengajak konsumen untuk turut peduli kepada keselamatan laut dan kehidupannya dengan menolak sedotan plastik sekali pakai saat memesan minuman di restoran KFC atau dimanapun para konsumen menikmati minuman.
“Sejak dilaksanakannya gerakan #Nostrawmovement di KFC di enam gerai pada Mei hingga akhir tahun 2017, lalu meluas ke 233 gerai KFC di wilayah Jabodetabek sejak akhir tahun 2017, pemakaian sedotan plastik di gerai KFC secara bertahap mengalami penurunan hingga 45% di setiap gerainya. Jumlah total pengurangan sedotan di seluruh gerai KFC di Jabodetabek itu bila dijadikan garis lurus setara dengan 275 kali tinggi Monas,” ujar Hendra.
Terkait gerakan #Nostrawmovement, Tenia mengatakan bahwa gerakan ini mempunyai tujuan utama untuk mengubah pola pikir konsumen untuk meminimalisir produksi sampah, terutama plastik, yang dimulai dari diri sendiri.
“Reduksi jumlah sampah plastik oleh KFC selama setahun ini sudah berhasil mengurangi banyak sampah sedotan plastik sebagai salah satu sampah yang susah terurai. Perubahan untuk beralih ke barang-barang ramah lingkungan dibandingkan plastik sekali pakai dapat menjadi hal yang mungkin untuk dilakukan oleh perusahaan sebesar KFC, dari rencana kecil namun terus termonitor dan evaluasi hingga kedepannya bisa benar-benar berkelanjutan untuk langkah lebih jauh lagi daripada sedotan,” pungkasnya.
Penulis: Dewi Purningsih