Sampah Residu Berpeluang Jadi Produk Bernilai

Reading time: 3 menit
Ilustrasi sampah residu. Foto: Freepik
Ilustrasi sampah residu. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Sampah residu di Indonesia masih cukup besar jumlahnya. Meskipun sulit untuk didaur ulang, beberapa jenis sampah ini berpeluang untuk dimanfaatkan. Pemanfaatan ini dapat mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau landfill.

Sampah residu di Indonesia terdiri dari berbagai jenis, yang paling sering ditemukan antara lain sampah popok sekali pakai, puntung rokok, kemasan sachet, dan pembalut sekali pakai. Seluruh jenis sampah ini umumnya akan  berakhir di TPA.

Direktur Penanganan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, menyatakan bahwa seluruh jenis sampah ini umumnya akan berakhir di TPA. Namun, sampah residu yang tidak memiliki nilai berpeluang menjadi barang bernilai jual.

“Selama ini, misalnya, sampah puntung rokok pasti masuk ke landfill dan masuk dalam kategori sebagai residu. Namun, jika sampah tersebut bisa kita manfaatkan, artinya tidak lagi menjadi residu, melainkan bisa kita daur ulang menjadi barang yang berguna. Saya berharap semakin banyak kreativitas, inovasi, dan teknologi baru untuk mengolah sampah residu,” kata Novrizal kepada Greeners lewat sambungan teleponnya pada Jumat (27/9).

Novrizal menambahkan, masyarakat seharusnya ikut mendorong pengubahan sampah residu menjadi produk atau bahan baku yang lebih bernilai. Dengan demikian, ini dapat menjadi bagian dari kekuatan ekonomi sirkular.

Sampai saat ini, sampah residu juga masih memiliki potensi untuk energi recovery, material daur ulang, dan sebagainya. Dengan adanya berbagai inovasi, ia berharap agar timbulan sampah residu ini semakin berkurang dan lebih efisien dalam pengelolaannya.

“Karena idealnya residu yang masuk ke TPA itu hanya lima persen seperti di negara-negara Eropa. Sisanya sudah selesai di sistem pengelolaan sampah yang lain,” ujarnya.

Pastikan Adanya Off-taker 

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023, jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 38 juta ton. Dari jumlah tersebut, 62,13 persen sampah terkelola, sementara 37,87 persen tidak terkelola.

Menurut Novrizal, untuk mengubah residu menjadi produk yang dapat sirkular, ada beberapa standar yang perlu dipenuhi. Pertama, harus ada standar produk dan standar bahan baku. Kedua, teknologi yang memadai juga sangat penting. Proses industrialisasi tidak bisa hanya bersifat coba-coba, tetapi teknologi yang digunakan harus memenuhi standar tertentu.

Novrizal juga menekankan pentingnya membangun ekosistem yang mendukung, termasuk pasar dan off-taker (pembeli). Misalnya, jika ingin membangun industri up-cycle sampah untuk produk rokok, perlu dipastikan keberadaan off-taker yang siap menerima hasil produk tersebut. Oleh karena itu, ekosistem dari hulu ke hilir harus terbangun dengan baik agar proses ini dapat berjalan lancar.

Pemilik Parongpong RAW Lab. Foto: Rendy Aditya

Pemilik Parongpong RAW Lab. Foto: Rendy Aditya

Pengolah Sampah Residu Semakin Menjamur

Sementara itu,dalam beberapa tahun terakhir entrepreneur yang bergerak dalam bidang daur ulang sampah residu di Indonesia juga semakin menjamur. Salah satunya adalah Rendy Aditya Wachid, pemilik Parongpong RAW Lab.

Parongpong RAW Lab merupakan perusahaan  di bidang riset waste-to-material yang berdiri sejak tahun 2017 di Desa Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Perusahaan tersebut berfokus pada riset pengolahan limbah menjadi material baru.

Perusahaan ini telah berhasil mengolah berbagai jenis sampah residu yang kerap terabaikan karena nilainya yang rendah, seperti puntung rokok, popok, masker sekali pakai, tisu basah, plastik multi-layer, dan bahkan jaring nelayan menjadi produk yang bernilai tinggi. 

Parongpong RAW Lab mengadopsi pendekatan berbasis komunitas dalam mengelola sampah dan material limbah. Hal ini menjadi solusi untuk sampah yang belum memiliki industri daur ulang yang memadai.

“Fokus utama kami menciptakan permintaan untuk sampah residu dengan memproduksi barang-barang yang diminati pasar, yang pada gilirannya memberikan nilai lebih pada material yang sebelumnya dianggap tak berharga,” ungkap Rendy. 

Dengan terus mengembangkan pengalaman dan pengetahuan, Parongpong RAW Lab telah menjadi salah satu contoh nyata wirausaha yang tidak hanya berinovasi dengan material baru, tetapi juga mendukung ekonomi sirkular di Indonesia. 

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top